Sumber dan Solusi Memberangus Radikalisme di Sekolah dan Kampus (Bagian 2)

Oleh Mamang M Haerudin (Aa), Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah.

Secara kuantitas, orang-orang berhaulan radikal ini sebetulnya sedikit, hanya saja karena terus dibiarkan, mereka akan semakin berkembang-biak dan militan. Ketika sedang dalam masa 'berkembang', seperti belakangan ini terjadi, tiba-tiba mereka dihantam oleh kekuatan politik pemerintah dan kalangan moderat, sekalipun mereka kelimpungan, tetapi lihat militansi mereka bisa jadi semakin kuat. Maka memang tidak ada jalan lain, kecuali kita semua harus pro aktif dalam melawan radikalisasi, mulai dari lingkungan terdekat keluarga, termasuk lingkungan sekolah dan kampus.

Mari kita telusuri sumber dan solusi untuk memberangus radikalisme di sekolah dan kampus. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berikut Kementerian Agama tidak boleh lengah. Pemerintah harus segera mendata sekolah dan kampus yang terindikasi kuat terjangkit radikalisme. 

Salah satu indikator bahwa sekolah dan kampus tersebut terjangkit radikalisme adalah tidak lagi mengadakan upacara bendera, mengharamkan hormat ke bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Maka kalau ada lembaga pendidikan yang tidak lagi melaksanakan ritual kebangsaan seperti disebutkan, pemerintah harus menegur dan melakukan pembinaan. Apalagi kalau sampai ada yang terlibat aktif dalam kelompok radikal, di media sosial juga melakukan ujaran kebencian terhadap pemerintah dan pihak-pihak yang berbeda, maka pihak yang berwajib harus segera memberikan sanksi.

Selain itu, pemerintah juga bisa menganjurkan agar seluruh sekolah dan kampus bekerja sama dengan PBNU dan PP Muhammadiyah untuk memastikan lembaganya terhindar dari paham radikal. Ada pembinaan pelajar dan mahasiswa secara khusus dan berkala yang berkelanjutan, berikut juga kepada para pendidik dan civitas yang lain. 

Lembaga pendidikan juga harus fokus pada upaya penanaman akhlakul karimah (karakter), yakni dengan kembali mentradisikan budaya literasi: membaca, menulis dan kajian ilmiah. Sehingga belajar di sekolah dan kampus bukan sekadar rutinitas formal saja. Belajar adalah ikhtiar untuk memahami kehidupan, maka orientasi pendidikan kita harus dikembalikan pada makna hakikatnya agar pelajar dan mahasiswa bisa berbaur dengan alam dan masyarakat.

Lembaga pendidikan juga harus mulai membuat program-program inovatif berkenaan dengan dimensi antar umat beragama. Para pelajar dan mahasiswa kita harus diajak berdialog satu sama lain, berkunjung ke rumah ibadah agama lain, bekerja sama dalam bakti sosial, pertukaran pelajar lintas agama dan lain sebagainya. 

Kita harus menanamkan perspektif inklusif kepada para pelajar, mahasiswa dan syukur-syukur kepada semua civitasnya. Bahwa semua agama adalah sama: menuntun umatnya kepada kebaikan. Bahwa agama-agama di Indonesia adalah setara dalam bingkai Pancasila. Dengan begitu di antara kita yang berbeda tidak ada fanatisme buta dan saling mencurigai.

Wallaahu a'lam


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.