Audrey dan Disorientasi Pendidikan Kita

Oleh Mamang M. Haerudin, Pesantren Bersama Al Insaniyyah



Sebelumnya saya menulis catatan dengan judul 'Apa yang Diharapkan dari Pendidikan Kita?' Kalau khalayak sempat membaya tulisan saya tersebut, kasus Audrey hanyalah salah satu dari sekian banyak anomali dalam pendidikan kita sejak lama.

Insiden Audrey, bukan masalah baru, kasus serupa dan yang lainnya terlalu banyak. Hanya saja insiden Audrey mendapat momentumnya. Menjadi--semacam--bisul yang 'matang' dan kemudian meletus. Inilah bukti bahwa pendidikan kita telah mengalami disorientasi nilai-nilai moralitas atau akhlakul karimah. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan salah satu pemicunya paling mendasar permasalahan ini.

Pendidikan yang diharapkan mampu membentuk peserta didik yang bermoral atau berakhlakul karimah, benar-benar akan semakin jauh dari harapan. Karena pada faktanya pendidikan kita terjadi paradoks. Di satu sisi hendak menekankan pentingnya pendidikan karakter, namun di saat yang sama, praktik pendidikan kita nir-karakter, sebab yang terjadi adalah pengajaran an sich.

Aktivitas pendidikan dan pembelajaran hanya aktivitas mengajar guru kepada siswa. Setiap hari. Hanya itu saja. Metode pengajarannya pun masih didominasi ceramah. Peserta didik berada dalam posisi pasif, yang aktif hanya guru. Ini kekeliruan dan disorientasi pendidikan kita paling mendasar yang menjadi akar dari setiap masalah yang membelit pendidikan.

Simpati, empati, kasih sayang toleransi, gotong royong, rendah hati, dan berbagai karakter lainnya, tidak bisa didapat dari hanya mengandalkan pengajaran dan buku-buku pelajaran. Pendidikan karakter yang sesungguhnya hanya bisa didapat melalui praktik atau terjun ke lapangan. Membaurkan peserta didik dengan masyarakat dalam kehidupan nyata.

Selain kemudian mereka juga dibiasakan bisa adaftif dengan alam sekitar. Bobot karakter dan aplikasinya di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat harus diperbesar dan terintegrasi. Pendidikan tidak lagi dimaknai pengajaran an sich, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan nilai (angka) tidak lagi jadi parameter utama keberhasilan peserta didik.

Kalau orientasi pendidikan kita tidak segera diubah atau paling tidak direvitalisasi, saya khawatir masalah yang menimpa Audrey sebatas tambal-sulam. Tidak menyentuh pada substansi permasalahan. Sehingga dengan begitu, penyelesaian kasus Audrey tidak sebatas pada penjatuhan hukum kepada pelaku saja, tetapi betul-betul mendasar sampai ke akar-akarnya.

Disorientasi paradigma dan praktik pendidikan kita harus segera diubah dan disempurnakan. Sehingga lembaga pendidikan, entah itu sekolah atau apapun betul-betul fokus pada karakter peserta didik. Kalau para peserta didik berkarakter maka seiring berjalannya waktu capaian akademik akan diraih dengan kesadaran yang timbul dari diri mereka sendiri.

*note: foto diambil dari google

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.