Menuju Sekolah Unggul: Mutu atau Mati?

Oleh:Khairul Azan (Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis).
Pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi peradaban manusia (human capital). Dengan pendidikan sendi-sendi permasalahan kehidupan ini yang semakin kompleks diyakini akan terselesaikan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003) pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga jalur di antaranya pendidikan formal (sekolah), informal (orang tua) dan non formal (masyarakat).

Sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional seperti yang dijelaskan di awal memiliki peran yang besar dalam sejarah kemajuan dan pembangunan suatu negara. Oleh karena itu seharusnyalah sekolah sebagai lembaga pendidikan harus dikelola dengan baik yang bebasis kepada mutu sebagai unsur utama.

Mutu bukan sekedar formalitas belaka atau bahkan hanya pada lebel yang tertera namun lebih dari itu mutu itu adalah budaya, yang ingin selalu berbuat dan memberikan yang terbaik kepada pelanggannya. Sebagaimana Sallis (2006) dalam bukunya “Total Quality Management in Education” menjelaskan bahwa mutu adalah sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan”. Lebih lanjut Hoy, et al. (2000), juga mendefisikan mutu pendidikan adalah evaluasi dari proses mendidik yang meningkatkan kebutuhan untuk mencapai dan mengembangkan bakat para pelanggan dari proses, dan pada saat yang sama memenuhi standar akuntabilitas yang ditetapkan oleh klien yang membayar untuk proses atau output dari proses mendidik).

Memegang teguh prinsip mutu sebagai budaya merupakan jurus jitu bagi masing-masing lembaga pendidikan dalam mengahadapi persaingan (kompetitor) yang begitu banyak ragamnya. Dengan kata lain jika kita meninggalkan mutu dan tak menghiraukannya maka tunggulah kehancuran lembaga yang kita kelola karena pelanggan sudah tidak lagi percaya. Karena sejatinya saat ini para pelanggan pendidikan sudah tau apa itu mutu dan apa fungsinya serta manfaatnya. Sehinga bagi mereka mutu bukan lagi dipandang sebagai sesuatu yang tidak ada nilainya melainkan sudah menjadi kebutuhan. Oleh karena itu budaya mutu merupakan harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Dari penjelasan di atas, lantas muncul pertanyaan apakah yang perlu dilakukan dan dipersiapkan dalam upaya peningkatan mutu lembaga pendidikan (sekolah) yang kita kelola? Menurut Sallis (2006) ada 7 (tujuh) komponen bagaimana mewujudkan sekolah yang bermutu di antaranya yaitu; 1) Kepemimpinan. Sekolah yang bermutu tidak terlepas dari pola kepemimpinan di dalamnya. Pemimpin yang baik tergambar dari visi yang akuntabel, visionabel dan terukur.

Di samping itu seorang pemimpin dikatakan berhasil atas kepemimpinannya ketika ia mampu memengaruhi bawahannya untuk menjadi seorang pempimpin juga dalam mencapai visi yang telah ditetapkan dengan misi atau tindakan dari para bawahannya. (2) Strategi. Lembaga pendidikan yang bermutu harus memiliki strategi handal yang mampu memecahkan permasalahan pendidikan, hal ini tertuang dalam rencana strategis (Renstra) yang dimiliki oleh setiap lembaga. Renstra harus mengacu pada kebutuhan para pelanggan pendidikan.

Selanjutnya yang (3) Sistem. Sistem yang ada harus membentuk suatu kesatuan dalam meningkatkan mutu lembaga. (4) Alat-alat mutu. Alat-alat mutu dalam pendidikan adalah segala sumberdaya selain manusia yang dapat menunjang proses pendidikan, diantaranya fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimiliki. (5) Evaluasi. Hal ini mencangkup penilaian terhadap keberhasilan dan kegagalan sebuah program yang telah dijalankan. (6) Motivasi staf. Dukungan dan keterlibatan staf dalam keberhasilan sebuah lembaga pendidikan sangatlah berperan dominan. (7) Tim-tim kerja. Keberhasilan sebuah organisasi ditentukan oleh seberapa besar tingkat kesolidan (sinergis) antara masing-masing bagian baik pada tingkat top (paling atas), middle (pertengahan), dan lower (paling bawah) dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sinergisitas antar lini tersebut membentuk suatu pemahaman bahwa semuanya saling belajar (learning organization), tidak ada senior dan tidak ada junior.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.