Ada Yang Lebih Penting Dari Pada IT-sasi Kampus Islam

Oleh Irham Yuwanamu, Unisma Bekasi



Tuntutan Transformasi

Dunia terus mengalami perubahan secara cepat, dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu dan seterusnya hingga dari dekade ke dekade dan dari abad ke abad. Begitu cepatnya perubahan, kalau kita sendiri tidak mampu meyesuaikannya maka akan tertinggal secara alamiah. Oleh karena itu ikut bertransformasi adalah pilihan yang tidak bisa ditawar lagi. Pada saat ini dunia terus bergerak menuju era 4.0 dengan ditandai kemajuan IT (informasi dan teknologi). Saya menyebutnya sebagai dunia digital, yaitu era yang mana segala sesuatunya dalam kehidupan manusia ditunjang dengan teknologi digital.

Era IT ini menjadi gelombang besar disrupsi untuk sendi kehidupan, yang tidak mampu berinovasi akan kalah (baca Renald Kasali: Disrupsi). Lembaga perguruan tinggi Islam adalah salah satu penyelenggara pendidikan Islam kalau saja tidak mampu menyikapi perubahan dunia maka akan mengalami dampak disruptif. Dampak ini yang jelas akan berkesan negatif, bisa saja perguruan tinggi Islam tidak lagi diminati masyarakat, terkesan jadul, pelayanan lambat, dan ujungnya akan gulung tikar. Kalau demikian adanya maka kesannya bahwa lembaga pendidikan Islam selalu terbelakang dan tidak akan mungkin menjadi kelas pertama.

Mengikuti perkembangan dunia digital bukan berarti nilai-nilai pendidikan Islam akan tergerus. Bahkan dengan adanya IT dapat membantu memudahkan tercapainya tujuan pendidikan Islam itu sendiri. IT di sini tentu bukanlah substansi bagi pendidikan Islam akan tetapi sebagai alat atau tools untuk mempermudah agar tujuan tercapai dengan sebaik mungkin. Inilah dasar yang harus digarisbawahi secara tebal bagi penyelenggara pendidikan Islam.

Saya ingin menegaskan agar lembaga penyelenggara pendidikan Islam untuk bersiap-siap mengikuti perkembangan dunia (inovasi), termasuk IT-nisasi. Ada rumusan yang dapat menjadi pegangan untuk melakukan inovasi. Rumusan ini sangat populer di kalangan umat Islam Indonesia terutama kalangan pendidikan Islam pesantren yaitu al-muhafadhatu ala qadim al-shalih, wa al-akhdzu bi al-jadiid al-ashlah. Kaidah ini meminta kita agar menjaga atau mempertahankan pola atau tradisi lama yang masih relevan dengan konteks sekarang, dan mengajak kita agar mengadopsi kebaruan yang lebih bermanfaat. Prinsip ini sangat tepat untuk dijadikan pegangan lembaga pendidikan Islam dalam berinovasi. Tradisinya yang baik masih dijaga termasuk tradisi keilmuan dan tidak menolak akan kemajuan. Saya kira ini adalah prisip keseimbangan agar pendidikan Islam mampu beradaptasi dengan kemajuan dan siap menjadi pendidikan dengan kualitas kelas satu.

Tulisan ini mengajak kita semua yang menjadi penyelenggara pendidikan Islam agar tidak berhenti bertransformasi ke arah dunia digital untuk menuju kualitas pendidikan Islam yang unggul. IT-nisasi merupakan upaya transformasi yang harus dilakukan. Akan tetapi tulisan ini tidak berbicara bentuk IT-nisasi yang harus dilakukan melainkan yang lebih penting dari itu, yaitu “mindset digital/ pola pikir digital” dalam digitalisasi kampus.

Pola Pikir Digital

Mindset atau pola pikir digital sebagai modal utama untuk transformasi sebuah organisasi ke arah digital. Pola pikir digital bukanlah digitalisasi atau otomatisasi atau komputerisasi. Dua hal ini harus dibedakan, sebab jika tidak dapat dipahami dengan baik maka proyek transformasi akan tergangu. Bahkan tidak sedikit organisasi, perusahaan atau lembaga pendidikan yang gagal atau mengalami kelambatan transformasi digital karena tidak dibarengi digital mindset terhadap semua pihak yang ada di sana. Setidaknya ini kata kunci dalam melakukan transformasi digital yang dijelaskan oleh Eko Indarjit, pakar di bidang IT dalam channel youtube Ekoji yang berjudul Digital mindset: The key to transform your organization.

Penjelasan selanjutnya bahwa pola pikir digital merupakan cara pikir yang benar yang dapat menjadikan segalanya menjadi efektif dan efisien. Digital mindset pada prinsipnya adalah sharing resources yang dapat menekan biaya-biaya yang lain. Yang perlu diperhatikan dalam pola pikir digital ini adalah perjalanan pelanggan. Jangan sampai perusahaan hanya mementingkan egonya tanpa melihat pelanggan. Komputerisasi/ digitalisasi/ IT-nisasi merupakan bagian dari bisnis proses. Jika melakukannya tanpa digital mindset maka akan membuat berbelit-belit. Selain itu yang terjadi adalah persyaratan yang berulang dan selalu berulang-ulang yang membosankan.

Tanpa digital mindset juga, SOP yang sudah ada akan dapat mengganggu kenyamanan, termasuk juga absensi kerja atau lainnya. Kalau sudah menggunakan digital mindset misalnya ngantor tidak harus pergi ke kantor cukup dengan kerja di rumah melalui teknologi. Semua bisa dijangkau sesuai target yang diinginkan.   

Pengertian digital mindset yaitu suatu pola pikir yang dilandasari dari berbagai kemungkinan dapat terjadi dengan pertimbangan-pertimbangan yang utuh. Proses digital merupakan satu hal yang dapat membuat sumber daya tidak terbatas. Ini menjadi efektif dan efisien. Digital mindset juga berdampak pada ekonomi yang efisien, menekan biaya-biaya yang tidak perlu. Produknya sangat banyak, yaitu semua objek yang dapat didigitalkan dan sarananya yaitu distribusi aset-aset digital, misalnya via email, medsos, dll. Dasar konsep ini adalah kita semua terhubung dari satu ke lainnya. Maka dari hal ini kita harus melakukan sharing.

Banyak hal dapat dikerjakan lebih cepat, lebih murah, lebih efektif, dan ini di antara dasar perlunya digital mindset. Teknologi itu juga dapat diaudit maka dari itu tidak perlu diragukan lagi untuk melakukan reformasi digital. Setiap orang tidak suka dengan kelambatan dan persyaratan yang rumit untuk pelayanan. Selain itu terkadang pelanggan dikenakan biaya-biaya. Sumber daya yang tidak perlu dapat dihilangkan dan melahirkan sumber daya yang cepat dengan biaya yang jauh lebih kecil.

Prinsip yang harus dipegang dalam dunia digital, terutama dalam menjalankan digital mindset adalah pertama kolaborasi, dan kerjasama. Dengan kolaborasi selanjutnya akan melahirkan pelayanan yang baru dan hebat. Maka dari itu setiap hal dapat berkompetisi sekaligus dapat berkolaborasi. Prinsip kedua lebih baik mendapat bagian kecil dari kue besar dari pada mendapat bagian banyak dari kue kecil. Perlu dikembangkan ide-ide bahwa semua hal itu diperbolehkan kecuali yang dilarang. Artinya ruang inovasi itu lebih luas dari pada larangan-larangan. Mestinya regulasi seperti SOP itu bukanlah menjadi hambatan. Maka meninggalkan ide lama yang tidak tepat yaitu semua hal itu dilarang dan sedikit yang diperbolehkan, itu lebih baik.

Prinsip selanjutnya libatkan regulator atas pengembangan produk baru. Selain itu libatkan pelanggan untuk melakukan pengembangan. Kalau perguruan tinggi ingin baik tanyalah kepada pelanggan. Dalam hal ini adalah mahasiswa. Merekalah yang dapat menjadi dasar untuk inovasi dan pengembangan untuk perbaikan. Prinsip selanjutnya memberikan ruang yang luas atas ide-ide dari karyawan. Jangan berpandangan bahwa pusat ide itu adalah pimpinan.

 Bersama Bekerja

Prinsip kolaborasi, berbagi, tidak menguasai, tidak ingin menang sendiri, mudah dan memudahkan serta saling keterhubungan yang dijelaskan di atas merupakan kata kunci dari pola pikir digital. IT-nisasi tanpa prinsip tersebut justru akan memperumit pekerjaan dan pelayanan. Maka dari itu proses IT-nisasi di perguruan tinggi Islam secara bersamaan harus disertai  pola pikir digital kepada semua sivitas akademika.

Jika semua insan cendekia memiliki frekuensi yang sama akan pola pikir digital, maka sudah otomatis mereka akan siap bekerja secara serempak untuk proyek transformasi digital di kampus. Warga kampus dan masyarakat umum akan merasakan dampak positifnya jika hal tersebut terbukti terlaksana. Kampus akan meningkat menuju kelas unggulan dan masyarakat akan bertambah kepercayaannya.

Hal-hal yang yang sifatnya prosedural, SOP yang menghambat inovasi, atau kegiatan yang hanya formalitas dan rutinitas maka sudah semestinya dihilangkan. Perguruan tingi Islam harus berbenah dengan membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya fleksibel untuk menumbuhkan inovasi-inovasi bagi semua kegiatan di kampus, terutama adalah program pengembangan pembelajaran. Terlebih perguruan tinggi Islam harus berorientasi pada substansi yang ingin dikembangkan dan dicapai. Kecanggihan IT dapat menjadi tools untuk mencapai harapan-harapan yang progresif demi menuju kualitas pendidikan yang baik. Perguruan tinggi Kita tak akan mampu bersaing hingga level internasional tanpa disertai kemampuan inovasi yang tinggi bagi semua civitas akademika. Dalam menuju transformasi yang diinginkan, yang paling penting adalah semua harus terlibat.


*Artikel ini telah terbit di Buletin Al Fatah Vol.9 No.2 dengan judul, "Mindset Digital Lebih Diutamakan Bagi Perguruan Tinggi Islam Untuk Bertransformasi". Selanjutnya bisa dilihat di sini

*Gambar diambil dari google.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.