Dont Judge On The Cover
Oleh, Khairul Azan Dosen
STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
Kala itu hari sudah
menunjukkan pukul 4 sore waktu Jakarta. Karena takut ketinggalan kereta ke
Bandung maka, akupun bergegas turun dari Bus Damri yang ku tumpangi sebagai
angkutan umum dari Bandara Sukarno Hatta sepulangnya melaksanakan Tugas ke luar
Kota. Stasion Gambir pada saat itu sangat padat. Ada yang berlari-lari
karena takut ketinggalan kereta dan ada juga yang masih berjalan santai karena
keberangkatannya masih lama. Tempat antrian untuk mendapatkan tiket panjang
sekali. Rasanya lelah juga untuk antri lama-lama namun terpaksa dilakukan agar
tidak kehabisan tiket.
Setelah tiket didapatkan
akupun naik kelantai 2 menuju ruang tunggu. Wajah gembira, lelah dan lain-lain
adalah ekspresi yang ditunjukkan orang-orang yang duduk dikursi tunggu.
Begitu juga denganku, wajah lelah tak bisa disembunyikan lagi, energi terkuras
karena lama diperjalanan dari Papua Menuju Jakarta dengan transit beberapa
kali. Setelah menunggu beberapa menit kereta dari Bandung pun tiba. Itu artinya
tidak lama lagi perjalanan menuju Bandung akan dimulai. Setelah seluruh
penumpang turun kamipun dipersilahkan oleh petugas stasion untuk masuk ke dalam
kereta dan mengambil kursi.
Setelah maletakkan
barang bawaan di atas bagasi akupun duduk dikursi yang telah ditentukan. Di
depanku ada sepasang suami istri yang masih terlihat seperti pengantin baru.
Sementara itu disebelahnya terdapat dua orang laki-laki, kira-kira yang satunya
berumur 60 tahun dan yang satunya lagi berumur 24 tahun. Setelah semua
penumpang naik, Argo Parahyanganpun nama dari kereta yang kami tumpangipun
mulai bergerak menunju kota Kembang yakni Bandung. Saat itu cuaca lumayan
bagus, walaupun sudah pukul 6 sore namun hari masih terlihat terang.
Setelah beberapa saat
perjalanan, tiba-tiba muncul suara salah seorang dari dua laki-laki yang yang
duduk disamping sepasang suami istri tadi. Laki-laki yang berumur 24 tahun itu
memanggil laki-laki yang berumur 60 tahun disampingnya dengan panggilan ayah
dan sambil berteriak “Ayah, lihat pohon-pohon itu berjalan.”. Disaat melihatnya
hati ku langsung berkata oh ternyata itu ayahnya, tetapi aku tidak merasa ada
yang aneh, dan sepasang suami istri disampingnya juga menoleh namun sepertinya
terlihat heran. Teriakan anaknya tersebut dibalas oleh ayahnya dengan senyuman
dan wajah kasihan. Selang beberapa menit setelah itu kembali lagi laki-laki 24
tahun itu berteriak “Ayah, awan itu terlihat berlari mengejar kita”.
Sepertinya sepasang
suami istri tersebut mulai risih melihat tingkah laku laki-laki yang terlihat
seperti kekanak-kanakkan tersebut dan mengatakan kepada ayahnya “Mengapa anda
tidak membawa anak anda ke dokter ahli jiwa?”. Sambil tersenyum lelaki tua
sebagai ayah tersebut berkata “Saya sudah membawanya ke dokter, dan kami baru
saja pulang dari Rumah Sakit. Anak saya buta sejak lahir, dia baru bisa
mendapatkan donor mata dan baru bisa melihat hari ini.” Mendengar ungkapan
laki-laki tua itu sepasang suami tersebut menundukkan kepala kerena malu sudah
mengeluarkan kalimat yang tidak seharusnya diungkapkan. Ia memohon maaf kepada
sang ayah dan laki-laki 24 tahun itu atas ucapannya.
Saudaraku, begitulah
kita dalam menjalani kehidupan ini. kita sering lupa dan menganggap kitalah
yang paling benar. Kita selalu menyalahkan orang lain sementara kita tidak
betul-betul mengenal mereka dan mengetahui permasalahan yang terjadi. Oleh
karena itu jangan menilai negatif seseorang ketika kita belum mengenalnya.
Jangan melihat seseorang hanya berdasarkan tampilan luarnya saja. Karena ketika
kita salah dalam menilai maka kita sudah masuk ke dalam jurang dosa.
Tidak ada komentar