PARADIGMA BARU IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKAN

Image result for paradigma pendidikan

Oleh Khairul Azan, dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis.

Perubahan Kultur
Sekolah  yang bermutu sangat dekat dengan yang namanya perubahan. Perubahan merupakan suatu keseharusan ketika manajemen mutu terpadu telah digaungkan. Perubahan yang terjadi dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di sekolah menuntut seluruh elemen yang ada harus memegang teguh prinsip mutu dalam segala tindakannya tanpa terkecuali. Dengan memengang prinsip mutu diharapkan akan menjadi suatu kultur yang membentuk kebiasaan untuk bekerja lebih baik lagi dan lagi sesuai dengan apa yang diharapkan. Dimana kebiasaan ini membutuhkan perubahan sikap dalam mengerjakan sesuatu dan metode dalam melakukan pekerjaan.

Sehingga ketika prinsip mutu telah dijadikan budaya (kultur) maka kemajuan sekolah  akan terus meningkat. Disamping itu manajemen mutu terpadu juga mengharuskan perubahan pola kepemimpinan yang mengarah pada terciptanya kepercayaan kepada bawahan untuk melakukan sesuatu. Tugas pemimpin hanya mengontrol agar para bawahanya tetap bekerja sesuai tanggungjawab yang telah diberikan.

Ini perlu dilakukan agar para bawahan merasa memiliki rasa tanggungjawab atas sebuah pekerjaan dalam kerangka kerja yang telah ditetapkan. Mereka bebas berekpresi dalam menyampaikan pesan mutu dilingkungan pekerjaannya. Dari kepercayaan yang diberikan maka akan tumbuh rasa memiliki terhadap sekolah dan tanggungjawabnya dalam meningkatkan mutu sekolah.


Kaizen (Perbaikan Terus-menerus)
Suatu perubahan tidak semerta-merta menuntut suatu kesempurnaan. Namun kesempurnaan adalah hasil dari suatu perubahan. Oleh karena itu kemajuan sekolah sangat ditentukan oleh suatu perubahan yang dilakukan secara terus-menerus atau dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan teori “kaizen”. Teori ini di populerkan di Jepang. Dimana melihat bahwa keterbatasan sumber daya baik manusia maupun non maunusia seringkali menghambat pencapaian tujuan organisasi. Namun bukan berarti tidak bisa melakukan apa-apa.

Oleh karena itu dengan hadirnya teori kaizen ini merubah pola pikir dan cara kerja dalam struktur organisasi sekolah dengan cara memberdayakan segala suber daya yang ada dan melalakukannya secara bertahap dari yang kecil hingga menjadi sesuatu yang besar. Lebih lanjut teori in juga mengharuskan seorang pimpinan (kepala sekolah) memperhatikan hal-hal terkecil yang meningkatkan semangat kerja para bawahannya (guru, tukang sapu, dan tenaga keamanan). Penghargaan yang dimaksud  bukan hanya terbatas pada meteri (uang) tetapi melainkan sesuatu yang sederhana seperti memberikan apresiasi dalam bentuk non uang (motivasi) kepada para bawahan ketika mereka behasil dalam suatu pekerjaan. Sehingga dengan adanya motivasi tersebut akan meningkatkan produktivitas dalam bekerja.

Organisasi Pembelajar
Organisasi pada dasarnya sama seperti mahkluk hidup. Dimana eksistensinya sangat tergantung pada kemampuan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Begitu juga dengan sekolah. Sekolah sebagai organisasi pendidikan yang misi utamanya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dituntut peka terhadap perubahan zaman. Sekolah harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di segala dimensi, baik teknologi, kebijakan, sosial,  maupun ekonomi. Sehingga bisa dipastikan jika sekolah lamban dalam menyesuaikan diri maka akan berakibat pada menurunnya kinerja organisasi serta pasar yang akan semakin sepi dan tentunnya akan berunjung pada kematian organisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa kepekaan organisasi dan mampu berdadaptasi dengan perubahan zaman merupakan kunci eksistensi sebuah organisasi khususnya sekolah sebagai lembaga pendidikan. Oleh karena itu, redesain organisasi sekolah yang mengarah pada kebutuhan dan tuntutan globalisasi sangat dibutuhkan. Redesain organisasi ini dilakukan guna terciptanya perubahan sekolah ke arah yang dinamis bukan statis.

Organisasi yang dinamis selalu mengedepankan kerjasama dan kontribusi dari semua elemen guna tercapainya tujuan organisasi. Jika di sekolah, elemen yang dimaksud terdiri dari kepala sekolah sebagai unsur top, wakil kepala sekolah sebagai unsur midlle, dan guru, staf, tenaga kebersihan, serta sekuriti sebagai unsur lower. Beberapa elemen tersebut membentuk segitiga piramid dengan hirarki di dalamnya yang membatasi antara unsur top, middle, dan lower.  Meskipun ada batasan namun pada dasarnya organisasi yang maju itu selalu memegang prinsip saling mengisi dan saling belajar baik antara bawahan sesama bawahan, bawahan kepada atasan atau sebaliknya atasan kepada bawahan.

Pandangan itu didasarkan pada kenyataan bahwa manusia itu bukanlah mahkluk sempurna sehingga bisa jadi apa yang dimiliki oleh seseorang belum tentu dimiliki oleh orang lain. Begitu juga dalam ekosistem sekolah. Apa yang  dimiliki oleh seorang pemimpin belum tentu dimiliki oleh bawahannya, begitu juga sebaliknya apa yang bawahan miliki juga belum tentu dimiliki oleh pimpinannya. Disinilah konsep simbiosis mutualisme. Saling mengisi dan saling memperbaiki.

Oleh sebab itu, untuk menjawab perubahan lingkungan strategis yang begitu cepat maka lewat tulisan ini penulis ingin memaparkan sebuah konsep baru yang hadir dalam kemajuan sebuah organisasi di era 90 an dan jika kita lihat konsep ini masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, yaitu sering disebut sebagai “Organisasi Pembelajar” atau dalam bahasa inggrisnya “Learning Organization”. Meskipun konsep ini lahir dalam dunia industri namun tidak ada salahnya jika kita menterjemahkan dalam sudut pandang organisasi sekolah sebagai lembaga pendidikan. Konsep ini dipopulerkan oleh Peter Senge lewat bukunya yang berjudul The Fifth  Discipline.

Menurut Peter Senge (1990), organisasi pembelajar adalah dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh. Ada lima elemen kunci dalam kemajuan organisasi yang tertuang dalam konsep organisasi pembelajar. Lima elemen tersebut diantaranya adalah:

System Thinking
Bagian ini menjelaskan bahwa sekolah sebagai sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa unsur di dalamnya. Beberapa unsur tersebut merupakan mata rantai yang membentuk suatu sistem kerja yang saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Ketika satu unsur tidak berfungsi maka akan mempengaruhi kinerja unsur lainnya. Begitu juga sistem sekolah. Tujuan sekolah tidak akan tercapai ketika unsur yang ada di dalamnya tidak saling mendukung.

Personal Mastery
Sekolah sebagai organisasi akan berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan ketika memiliki sumber daya manusia yang  memiliki visi (mimpi) pribadi, kreatif dan selalu komitmen dengan tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu dituntut individu yang selalu belajar dan terus belajar. Belajar untuk mengembangkan dan memperluas kapasitas individu dalam mencapai hasil kerja yang maksimal.

Mental Models
Organisasi akan mengalami kesulitan untuk maju ketika para anggotanya tidak memiliki kemampuan dalam mengenal diri sendiri dan memahami permasalahan organisasi. Kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan memahami permasalahan organisasi penting dimiliki oleh para anggota untuk merefleksikan struktur dan arahan dalam organisasi. Mental models menitik beratkan pada perenungan diri tentang mengapa dan bagaimana kita melakukan suatu tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi atau bahasa sederhananya adalah konsep diri. Sehingga dengan adanya konsep diri ini diharapkan setiap anggota memiliki arah dan tujuan dalam bekerja baik secara bersama maupun secara individual.

Shared Vision
Penjabaran visi ini perlu dilakukan guna menumbuh kebangkan sikap kebersamaan. Pecapaian visi organisasi bukanlah kerja satu orang melainkan kerja kolektif. Dengan visi bersama sekolah sebagai organisasi dapat membangun suatu komitmen bersama dalam suatu kelompok tentang harapan dan tujuan dimasa depan. Dengan adanya visi bersama bisa menjadi kompas seluruh anggota organisasi tentang bagaimana bekerja dan bertindak. Dengan kata lain visi bersama menuntun anggota organisasi untuk bergerak bersama dan menggerakkan kebersamaan. Sehingga kurang tepat kiranya jika kita lihat disekolah pada umumnya keberadaan visi hanya dipahami oleh unsur pimpinan saja dan dianggap sebagai formalitas semata untuk melengkapi syarat administrasi.  

Team Learning
Bagian ini menitik beratkan pada kemampuan berfikir secara kolektif. Team learning mengarah pada prinsip belajar melalui pemberdayaan kemampuan individu yang berbeda untuk saling mengisi dan saling melengkapi. Oleh karena itu agar prinsip organisasi pembelajar berjalan efektif maka perlu adanya rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Sehingga tidak ada istilah senior dan junior atau pimpinan dan bawahan. Dalam proses  pembelajaran semuanya saling berbagi pengalaman dan pengetahuan.

Menjaga Hubungan Dengan  Pelanggan
Karena sekolah sebagai organisasi pendidikan yang bergerak dibidang  jasa yang pelangganya adalah siswa sebagai pelanggan ekternal dan anggota organisasi sebagai pelanggan internal. Dalam menjalankan manajamen mutu terpadu maka arah kebijakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus mengarah kepada dua unsur tersebut. Dalam arti bahwa melek mutu harus menjadi sesuatu prioritas. Melek mutu harus mengedepankan kepada kepuasan pelanggan.

Pemahaman ini penting dilakukan bagi sekolah karena hidup matinya sekolah sangat ditentukan oleh pelanggan khususnya siswa sebagai pelanggan Eksternal. Lebih lanjut lagi menjalin hubungan baik dengan orang tua, pengguna  jasa pendidikan dan lain-lain sebagai bagian dari pelanggan ekternal pendidikan juga menjadi penting untuk dibicarakan. Hubungan yang baik tercipta lewat kounikasi yang aktif antara pihak sekolah dengan pelanggan yang dimaksud. Ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa keberhasilan pendidikan adalah keberhasilan bersama.

Disamping itu agar siswa merasa puas dengan layanan pendidikan yang berikan maka prioritas mutu bagi anggota organisasi juga harus diperhatikan sebagai bagian yang memberikan layanan yang bermutu kepada pelanggan eksternal. Mengapa dikatakan demikian. Karena ketika anggota organisasi tidak merasa puas dalam melaksanakan tugasnya bisa jadi karena lingkungan yang tidak kondusif, kompensasi yang tidak jelas, waktu kerja yang tidak menentu, tugas dan fungsi yang tidak pas, dan penghargaan yang tidak pantas maka itu akan berdampak pada kinerja yang cederung menurun dan tentunya akan mempengaruhi dalam buruknya layanan yang akan diberikan kepada siswa sebagai unsur prioritas. Lebih parah lagi ketika anggota organisasi tidak diperhatikan dan merasa puas maka dampak yang lebih jauh akan mengakibatkan pada pemutusan hubungan kerja dalam artian berhenti. 

Pemasaran Internal

Layaknya sebuah sistem maka kehadiran pelanggan internal seperti yang dijelaskan di atas adalah bagian yang tak terpisahkan dari implementasi manajemen mutu terpadu pendidikan. Oleh karena itu pemahaman satu kesatuan haruslah digaungkan. Pemahan ini menuntut tentang bergerak bersama dan menggerakkan kebersamaan. Disamping itu agar budaya mutu muncul dari semua  elemen dan tingkatan anggota organisasi maka transparansi dari segala unsur yang menunjang mutu pendidikan sangatlah diperlukan. Inilah yang disebutkan dengan pemasaran internal.

Pemasaran internal mengharuskan adanya seling bebagi tentang subuah ide dan gagasan mengenai standarisasi produk pendidikan. Ini penting dilakukan bagaimana seseorang bisa memberikan layanan pendidikan kepada pelanggan ekternalnya (siswa) yang dituntut harus bermutu sementara pemberi layanan itu sendiri tidak mengetahui tentang standar mutu apa yang harus diberikan.

Ini bisa terjadi disebabkan karena kurangnya transparansi dari hirarki organisai yang ada tentang hakikat sebuah produk pendidkan yang bermutu. Bisa saja hanya unsur atasan yang tau atau sebaliknya.  Sehingga akibat dari kurang tranparansi tersebut mengakibatkan pemahaman mutu tidak merata berlaku bagi unsur-unsur yang ada dalam organisasi pendidikan yaitu sekolah. Apa yang terjadi maka akan mengakibatkan ketimpangan dalam penyelenggaraan pendidkan di sekolah, seperti bermain ayunan injak dikiri yang kanan terangkat dan injak di kanan maka kiri akan terangkat.

Mutu Pembelajaran

Seperti yang dijelaskan pada paragraf di atas bahwa prioritas utama bagi sekolah dalam mengimpelementasikan manajemen mutu terpadu pendidkan adalah siswa sebagai pelanggan eksternal yang menjadi faktor penentu eksistensi sekolah. Tanpa siswa sekolah tidak akan ada artinya. Dimana siswa bersekolah pasti ingin belajar untuk merubah pola pikirnya menjadi manusia semakin dewasa dan mandiri. Oleh karena itu relevasi pembelajaran dengan tuntusan siswa dan orang tua harus sejalan.

Dengan demikian agar pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan maka mutu pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru harus difokuskan. Fokus dalam peningkatan mutu pembelajaran di bagi menjadi tiga tahapan yaitu: 1) tahapan membuat perencanaan pembelajaran, 2) tahapan melaksanakan pembelajaran dan 3) tahapan evaluasi pembelajaran.

Tahapan membuat perencanaan pembelajaran

Pada tahapan ini menuntut seorang guru harus mampu merencanakan pembelajaran yang akan dilakukan sematang dan seoptimal mungkin agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Oleh karena itu muatan materi yang akan disampaikan betul-betul mewakil beberapa kompensi yang harus dikuasi oleh seorang siswa.

Tahapan pelaksanaan pembelajaran
Tahapan ini mengharuskan seorang guru harus kreati dan inovatif serta mampu menggunakan berbagai metode dalam penyampaian materi pembelajaran. Ini perlu dilakukan mengingat meskipun rambut sama hitam namun setiap siswa pasti memiliki perbedaan. Mereka belajar dengan model yang sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan mereka masing. Oleh karena itu ketika seorang guru guru mampu menjawab apa yang diinginkan siswa maka akan mengakibatkan apa yang disampaikan akan sia-sia ataua bahasa keseharian kita masuk telinga kiri keluar telinga kanan.

Disamping itu agar pelaksanaan pembelajaran juga berlangsung secara efektif sangat diperlukan unsur penunjang seperti sarana-prasana yang memadai. Ruang kelas yang nyaman, media pembelajaran yang bisa membuat siswa cepat memahami materi dan lain sebagainya. Lebih lanjut karena prioritas utama kepada siswa yaitu dalam proses belajar mengajar maka seharusnya pemahaman dari para guru bahwa tugas utamanya adalah mengajar yang harus difokuskan maka ketika mendapatkan tugas tambahan diluar mengajar bukanlah alasan untuk bisa mangkir dari tugas pokoknya. Tetap harus mengedepankan tugasnya sebagai seorang guru. Karena banyak sekali kejadian karena tugas tambahan yang begitu banyak membuat kelalaian dalam melaksanakan aktivitasnya di kelas.

Tahapan evaluasi pembelajaran
Tahapan ini menitik beratkan pada kemampuan guru dalam menilai keberhasilan siswa dalam belajar. Melihat keberhasilan siswa bukan hanya berfokus pada nilai yang telihat secara kuantitas melainkan adalah secara kualitas. Karena meskipun nilai kuantitas itu diperlukan sebagai barometer penilaian pendidikan namun kualitas dari hasil pembelajaran yang terlihat dalam proses keseharian yang diikuti oleh siswa sangatlah berpengaruh bagi kemandiriannya di masa kelak. Dengan kualitas diri ia akan menjadi manusia yang mandiri degan skill atau kemampuan yang dimiki.

Oleh karena itu instrumen penilaian yang dibuat oleh guru harus bisa mendeteksi kedua unsur di atas. Yang berorietasi bukan hanya pada output yang sering diukur secara kuantitas namun prosesnya yang menunjukkan kualitas sesungguhnya tentang potensi seorang siswa.




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.