AKREDITASI SEKOLAH, TUNTUTAN ATAU KEBUTUHAN?
Oleh Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis.
Penjaminan mutu merupakah hal baru yang diaplikasikan dalam dunia pendidikan. Pada awalnya konsep ini digunakan dalam dunia industri. Di mana produk yang dihasilkan haruslah benar-benar memperhatikan standar yang mampu memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan oleh para pelanggannya. Oleh sebab itu tidak salah kiranya jika konsep industri tersebut digunakan dalam dunia pendidikan. Karena pada prinsipnya sama.
Hanya saja perlu pengembangan dan ruang lingkup pemahaman yang berbeda, jika di dunia industri yang diolah itu bahan mentah dan hasilnya terlihat secara kasat mata, namun dalam dunia pendidikan tidaklah seperti itu. Yang diolah adalah manusia yang punya jiwa dan raga dan hasilnya juga bukan seperti di dunia industri melainkan perubahan mindset atau cara pandang yang semakin dewasa dan mandiri sebagai manusia yang terdidik. Inilah kenapa pendidikan itu disebut sebagai lembaga jasa karena hasilnya bersifat abstrak dan perubahannya bukan sekarang namun dimasa yang akan datang.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penjaminan mutu pendidikan adalah sebuah konsep yang berusaha memberikan kepercayaan kepada pelanggan pendidikan tentang layanan jasa yang diberikan. Di mana ketika kepercayaan telah dijanjikan maka muaranya adalah pemberian jaminan terhadap layanan yang diberikan.
Pelanggan pendidikan terbagi menjadi dua bagian, yaitu: pelanggan internal; dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah kepala sekolah, guru, dan karyawan sekolah. Sedangkan pelanggan eksternal terdiri dari tiga jenis ada primer, skunder dan tersier. Menurut Ali (2007: 619) pelanggan primer adalah peserta didik, yang skunder adalah orang tua, masyarakat dan pemerintah, dan pelanggan tersier adalah pemakai lulusan.
Kepuasan pelanggan akan terwujud ketika tumbuhnya kesadaran dari para pemberi layanan jasa pendidikan tentang pentingnya mutu dalam berkerja sebagai penentu keberlangsungan sekolah. Ketika ini tidak dilakukan maka akan berakibat pada menurunnya kepercayaan pelanggan tentang layanan yang diberikan. Apabila ini terjadi, maka tidak ada kata lain bersiap-siaplah untuk gulung tikar alias sekolah ditutup.
Oleh karena itu untuk menjamin sekolah agar tetap berjalan dengan baik dan tujuan pendidikan dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat konstitusi bisa terwujud maka perlu adanya sistem yang mengikat agarlayanan pendidikan tetap berada pada jalur yang telah di tetapkan. Sehingga dengan adanya sistem tersebut sekolah memiliki rul tentang standar pendidikan di sekolah dan tentunya berharap akan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Sistem tersebut adalah akreditasi. Akreditasi menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka.
Akreditasi merupakan bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) yang bertujuan untuk menilai kesiapan sekolah dalam memberikan layanan jasa pendidikan yang bermutu kepada para pelanggan pendidikan.Akreditasi hadir bukan sebatas formalitas namun harus dilakukan dengan senang hati. Karena dengan akreditasi pihak sekolah akan tau sejauh mana jaminan mutu yang di berikan. Dengan mengetahuinya maka sekolah bisa memetakan tentang kekurangan yang harus diperbaiki dan keunggulan yang mesti dipertahankan dan ditingkatkan lagi.
Oleh sebab itu seharusnya akreditasi bukan sebagai tuntutan namun sebagai kebutuhan. mengapa demikian karena jika dianggap sebagai tuntutan maka tak heran ada yang merasakan dan menilai bahwa akreditasi adalah sebuah momok yang menakutkan. Namun ketika itu dijadikan kebutuhan maka semuanya akan mengalir begitu saja karena kita santai dalam menjalani. Kalimat santai disini merupakan ruh dari akreditasi. Santai yang dimaksud adalah mengikuti proses dan prosedurnya.
Seringkali mengapa akreditasi dijadikan momok karena melakukannya serba instan dan siap saji. Bahasa kiasannya “saat itu ingin buang air besar saat itu juga baru baut WC nya”. Jika pemahaman ini dilakukan maka tidak heran kalau ada yang merasakan seperti itu. Dan wajar saat ini dari pengamatan penulis akreditasi belum bisa dijadikan sebagai satu-satunya pertimbangan bahwa sekolah yang diakreditasi telah bermutu. Karena seringkali sulap-menyulap itu terjadi yang mengajarkan untuk kriminalisasi dalam sistem penyelenggaraan pendidikan.
Oleh karena itu saatnya merubah cara pandang yang awalnya hanya berfokus pada hasil namun beralih pada proses yang menjadi sorotan utama. Ketika proses dilalui sebagai bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Sekolahmaka secara otomatis akan berpengaruh pada hasil yang maksimal dan apabila itu dilakukan maka yakinlah bahwa akreditasi bukanlah sesuatu yang berat untuk dilaksanakan.
Berpandangan proses dalam perspektif akreditasi mengarah pada maksimalnya layanan pendidikan yang mengacu pada delapan standar nasional pendidikan. Delapan standar yang dimaksud menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diantaranya, yaitu:
1. Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkandalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi olehpeserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2. Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan denganpelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standarkompetensi lulusan.
3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yangmencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatandan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar Pengelolaan
Standarpengelolaanadalahstandar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar Pembiyaan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Daftar bacaan
1. Tim Dosen UPI Bandung. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Pedagogiana Press: Bandung.
2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
*sumber gambar google.
Tidak ada komentar