KEBIJAKAN FDS YANG TAK SEJALAN DENGAN BAPPENAS

Oleh Irham

Pada acara IDF: Indonesia Development Forum, kemaren 9/8 Menteri Brojonegoro yang mengepalai Bappenas menjelaskan bahwa pembuatan kebijakan yang diterapkan pemerintah kini harus berdasarkan fakta lapangan (basis riset). Prinsip ini dipegang agar tepat dalam mengatasi masalah bangsa. Sudah tidak tepat lagi prinsip yang lama dipertahankan yaitu one for all (satu kebijakan untuk semua). Karena setiap daerah punya masalah sendiri, dan sangat tepat kebijakan itu dibuat berdasar riset.

Pola pola pembangunan yang diungkapkan menteri Bappenas ini berbeda pada kebijakan pendidikan yang lagi rame sekarang ini yakni kebijakan Full Day School (FDS). Mendikbud sepertinya masih menggunakan pola one for all dalam membuat kebijakan dan serampangan begitu saja penerapannya. Akibatnya yang timbul adalah penolakan masyarakat yang hingga sekarang belum berhenti. Ini pun dianggap angin berlalu saja, dan FDS tetap jalan. Seperti jaman Suharto saja satu kebijakan untuk semua, cuma kalau dulu tak berani menampakkan penolakan.

Mengapa Mendikbud membuat kebijakan tak sejalan dengan pola/strategi yang dikembangkan oleh Bappenas. Semestinya kan harus sejalan satu komando strategi pembangunan. Pendidikan itu bagian dari komponen pembangunan bangsa ini. Salah strategi juga akan gagal. Pola eksperimentasi dalam kebijakan pendidikan juga tidak tepat.

Asumsi awal mengapa hal itu terjadi? Pertama mungkin pola pikir Mendikbud masih terpengaruh gaya pemikiran di masa orde baru. One for for all, sehingga nilai-nilai kemajemukan dan perbedaan tak terakomodir. Asumsi yang kedua tak ada koordinasi antara Bappenas dengan Kemendikbud serta kementerian yang lain. Sehingga di antara mereka tidak ketemu, masing-masing jalan sendiri. Inilah akhirnya tak sejalan dan tak beriringan. Yang ketiga karena ada kepentingan lain. Mendikbud sempat mengungkapkan bahwa FDS untuk kepentingan agar guru terpenuhi target waktu mengajarnya. Namun dengan alasan pembentukan karakter yang menjadi dasar pembuatan kebijakan Permendikbud tentang waktu sekolah 5 hari.

Anggapan yang terakhir itu sangat ironis sekali. Sebab siswa menjadi korban kepentingan orang dewasa. Sementara fakta di lapangan bertolak belakang, masyarakat melakukan penolakan tidak digubris. Hal ini belum lagi persoalan budaya masyarakat tentang sekolah sore/sekolah agama. Banyak sekolah sore tutup akibat kebijakan itu.

Strategi yang dikembangkan Bappenas tentang kebijakan dibuat harus berdasar pada riset adalah sudah tepat. Tidak boleh lagi satu kebijakan untuk semua. Kasus FDS adalah kebijakan yang tak berdasar pada riset sehingga yang terjadi bukan mengatasi masalah tapi malah menimbulkan gejolak.

Negara yang multikultural ini harus dikelola dengan pendekatan yang multikultural juga. Tidak boleh dibuat seragam, maka jika demikian yang terjadi nantinya akan ada gejolak sosial. Strategi pembangunan jaman orde baru tak boleh terulang lagi karena sekarang jamannya berbeda.

Dalam hal ini Presiden RI Jokowi dan Mendikbud harus terbuka mata dan hati demi pembangunan pendidikan di negara kesatuan republik Indonesia. Strategi Bappenas harus menjadi semangat bersama pada semua kementerian. Di antara kementerian harus ada koordinasi. Jangan hanya untuk kepentingan sesaat saja, mengorbankan yang lain yang itu bagian dari aset bangsa, melihat masa depan itu lebih penting. Kondisi sosial budaya tidak mesti harus dileburkan demi kepentingan sekejap.

Pak Presiden RI carilah futurolog yang tepat buat Indonesia. Kalau belum punya ya carilah.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.