Jangan Kena Jurnal Abal-abal, Dirjen Dikti Wajib Memfasilitasi

Oleh Irham Yuwanamu, Unisma Bekasi

Saya mencoba mempelajari jurnal yang kategori abal-abal atau seringnya disebut dengan istilah predator. Ini saja karena dipicu oleh Dirjen Dikti dalam berita yang beredar yang mengatakan publikasi internasional ilmuan Indonesia cukup membanggakan, tinggi dan naik, namun sedihnya dikatakan, banyak yang abal-abal, dan kualitas yang rendah. Jadi saya penasaran. Kalau karakteristik jurnal abal-abal saya sudah tahu lama, namun pada akhirnya penilaian pada saya sendiri, jurnal ini abal-abal dan tidak layak publikasi di sana. Saya selama ini berusaha sendiri mensubmit ke jurnal bukan melalui orang lain.

Akhir tahun 2023 dan awal tahun ini saya mencoba mensubmit draft ke jurnal luar negeri seperti terbitan Elsevier, Wiley, Springer dan lainnya. Memang banyak pengalamannya, ada yang ditolak sebelum direview, ada yang karena tidak cocok langsung ditolak, ada yang karena bahasa tidak standar akhirnya ditolak, ada yang direkomendasikan ke jurnal lain, dan ada yang masuk ke tahap review. Rata-rata manajemennya bagus, responsif, meski sangat tegas. Yang jelas hingga saat ini belum ada keputusan diterima, masih proses. Semoga saja nanti ada kabar baik kepublish di jurnal sana.

Sementara ini pengalaman penerbitan ke Jurnal Nasional, baik dari jurnal yang peringkatnya Sinta 2, Sinta 1, atau di bawahnya. Banyak pengalaman juga dari yang slow respons hingga yang cepat. Setelah saya mencoba menggali lebih jauh mengenai jurnal predator, rata-rata memang jurnal yang ada di luar negeri.

Kenapa jurnal di Indonesia tidak ada? Apa karena belum terjaring saja, saya belum tau jawabnya. Perlu lebih lama mempelajari ini. Saya ketemu Wesite yang mendaftar jurnal abal-abal seperti yang saya bagikan linknya di bawah ini. Sebenarnya ada banyak, bisa cari sendiri saja. Teman-teman semua bisa cek dulu ketika berencana menerbitkan artikel ke jurnal internasional di luar negeri, apakah rencana jurnal yang dituju abal-abal apa tidak. Karena jurnal-jurnal seperti ini agresif sekali, mengirim email ke kita dengan berbagai tawaran yang menggiurkan dan kita bisa tergiur.

Saya dulu hampir tergiur, tapi saya konsultasikan ke yang ahli, akhirnya saya paham kalau itu predator, dan harus dihindari. Saya berhasil keluar dari jebakan jurnal predator. Biasanya email seperti itu (jurnal predator) menyasar ke peneliti pemula. Jadi di sini memilih penerbit harus jeli, dan yang jelas penulis tidak takut proses yang melelahkan dalam publikasi jurnal internasional yang berkualitas tinggi. Ikuti saja prosesnya, itu bagian dari kualitas diri kita. Sudah capek menulis, keluar uang, mahal pula, eh ternyata terbitan tidak diakui karena abal-abal. Sayang sekali. Yang memprihatinkan adalah imej kita selanjutnya pudar, menurun, dan dianggap remeh. Padahal terjebak di jurnal ini terkadang ketidaksengajaan.

Dalam melihat masalah ini, Dirjen Dikti jangan hanya berkomentar saja, gak boleh diam saja, harus bergerak, memfasilitasi para dosen dan peneliti mendeteksi jurnal yang berkualitas dan terhindar dari abal-abal. Kalau pelatihan tentang menulis draft artikel yang baik sudah sering diadakan tapi jarang bahkan tidak ada fasilitas pelatihan mendeteksi jurnal abal-abal. Sekali lagi literasi tentang ini harus segera diperkuat di kalangan dosen dan peneliti di Indonesia.

Ini salah satu website yang dapat dijadikan rujukan mendekteksi jurnal abal-abal, terakhir di update tahun 2021. Klik di sini.



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.