Perguruan Tinggi Swasta dan Kualitas Anak Negeri

Oleh Nurahmania, STKIP YAPIS DOMPU



Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa perguruan tinggi swasta (PTS) adalah perguruan tinggi “kelas dua” yang hanya akan dipilih ketika calon mahasiswa tidak bisa masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Tak sepenuhnya pendapat tersebut benar, ada beberapa kelebihan PTS jika dibandingkan dengan PTN, di antaranya adalah kualitas bagus, fasilitas lengkap, banyak penawaran beasiswa, pendaftaran dan persaingan relatitif lebih mudah jika dibandingkan dengan PTS, Serta waktu perkuliahan lebih fleksibel dengan adanya kelas karyawan sangat membantu untuk mahasiswa yang ingin berkerja sambil kuliah.

Menurut Quacquarelli Symonds (QS) Asia University Rankings 2021, 5 dari 20 besar kampus terbaik di Indonesia adalah PTS. Kelima perguruan tinggi tersebut adalah: Binus University, Telkom University, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Islam Indonesia, yang jelas dari kualitas dan akreditasinya pun tidak bisa dianggap remeh dan bahkan bersaing dengan PTN tetapi, tentu saja sampai saat ini belum ada perguruan tinggi swasta yang masuk klaster 1 (teratas) pemeringkatan perguruan tinggi terbaik non-vokasi versi Kementerian Riset,Teknologi,dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) 2018. 

Masih banyak PTS di pelosok negeri yang kurang dari segi finansial contohnya STKIP Yapis Dompu salah satu PTS yang ada di Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB). Meskipun begitu, dari tenaga pengajar memiliki kualitas yang tidak kalah dari PTS lain bahkan mampu berkiprah di dunia pendidikan Internasional. Kepala UPT Pusat Bahasa, Ms, Diana Purwati, M.Ed (Tesol) dan Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Nur Wahyuni, M.Pd, melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mitra asing yang difasilitasi Kementrian Luar Negeri, kedua dosen tersebut mewarnai discusi dengan pemikiran-pemikiran yang briliant untuk perbaikan pendidikan.

Astadi Pangarso, kandidat Doktor Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, dan dosen Program Studi Administrasi Bisnis, Universitas Telkom Bandung, yang dilansir dari situs sikula.id berpendapat bahwa Hampir 70 persen mahasiswa Indonesia kuliah di perguruan tinggi swasta. Namun, kualitas perguruan tinggi swasta masih di bawah perguruan tinggi negeri. Sumber daya finansial merupakan masalah serius untuk menggaji dosen, staf pendukung, overhead, dan membangun infrastruktur guna mendukung tata kelola pengetahuan lembaga yang baik. Bila kampus swasta tetap mau hidup dan unggul bersaing, harus mempersiapkan diri dengan cepat dan terencana agar mampu menghasilkan inovasi yang mendukung kelanjutan bisnis pendidikannya.

Lantas bagaimana meningkatkan kualitas perguruan tinggi swasta, tempat mayoritas mahasiswa Indonesia kuliah? Sebelum menjawab pertanyaaan tersebut mari kita analisis masalah yang di hadapi oleh PTS di Asia termasuk Indonesia menurut riset Asian Development Bank, yang di rangkum dari situs sikula.id. Masalah tersebut antara lain: (1) memperluas akses ke kampus swasta (meningkatkan jumlah mahasiswa, menyediakan bangku kuliah bagi yang kurang mampu secara finansial dan penyandang disabilitas), (2) kualitas perguruan tinggi swasta yang bervariasi, (3) biaya tinggi di universitas swasta, dan (4) sulit mendapatkan dukungan dana.

Masih dari sikula.id secara nasional, jumlah perguruan tinggi swasta (sekitar 3.000-an) jauh lebih banyak ketimbang perguruan tinggi negeri (122). Dari 6,9 juta mahasiswa Indonesia, yang kuliah di kampus negeri sekitar 32% (2,2 juta) dan di swasta 68% (4,7 juta). Universitas swasta meningkatkan partisipasi masyarakat memperoleh pendidikan tinggi di tengah terbatasnya daya tampung kampus negeri. Memastikan lulusan SMA dapat betul-betul memanfaatkaan bonus demografi , dengan memperluas akses pendidikan tinggi. Peningkatan akses yang kini mendesak adalah menaikkan akses bagi kelompok kurang mampu dan penyandang disabilitas. Namun, jika perluasan akses ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas dari mahasiswa itu sendiri dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah sarjana menganggur seperti yang biasa kita jumpai sekarang ini.

Mayoritas universitas swasta kualitasnya masih di bawah universitas negeri. Kemendikbud menyusun pemeringkatan kualitas perguruan tinggi menjadi lima klaster berdasarkan kualitas sumber daya manusia, lembaga, kegiatan mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, dan inovasi. Masalah di atas membutuhkan solusi yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak. Perguruan tinggi swasta tidak bisa dibiarkan sendirian berjuang mengatasi masalah tersebut. Pemerintah punya peran penting sebagai pembuat regulasi dan menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang kompetitif sekaligus bisa berkembang.

Dikutip dari laman akupintar.id berdasarkan artikel yang ditulis oleh Deni Purbowati tahun 2021. Menyatakan bahwa kualitas pendidikan terlepas dari statusnya sebagai negeri atau swasta, lembaga pendidikan mengantongi golongan akreditasinya masing-masing. Pada tingkat perguruan tinggi, setiap jurusan atau prodi juga memiliki golongan akreditasi. Misalnya, sebuah PTS berakreditasi B tentu lebih layak di pilih dibanding PTN berakreditasi C. 

Demikian pula halnya dengan jurusan atau prodi, tetapi perlu dicatat, semakin baik akreditasi suatu lembaga atau jurusan, semakin ketat pula persaingan masuknya. Di sinilah muncul keyakinan tentang kualitas PTN lebih baik dibanding PTS karena fasilitas pendidikan PTN terbatas pada pagu anggaran Kemendikbud, sedangkan PTS memiliki keleluasaan untuk menyediakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Selain akreditasi, kualitas pendidikan juga bisa dipengaruhi oleh tenaga pengajar atau dosen. Penerimaan dan kualitas dosen di PTN memiliki standar yang lebih jelas dibanding PTS, oleh karena itu bila ingin mempertahankan eksistensinya, PTS harus memperhatikan kualitas tenaga pengajarnya.


Berdasarkan artikel Elisabeth Garnistia tahun 2021 di laman 
brainacademy.id, Perguruan tinggi negeri biasanya memberlakukan biaya kuliah tunggal yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri. Isi dari peraturan BKT dan UKT menyatakan bahwa BKT merupakan seluruh dari biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi universitas negeri. Lalu untuk UKT disusun berdasarkan beberapa golongan untuk menyesuaikan keadaan ekonomi dari pihak sebagai penyandang dana mahasiswa. 

Intinya, PTN akan menetapkan UKT berdasarkan kemampuan ekonomi per mahasiswa dan mahasiswa tidak akan dibebankan biaya apapun di luar UKT yang telah ditentukan di awal. Namun, peraturan ini hanya berlaku pada mahasiswa yang masuk PTN melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN saja (jalur reguler). Sebaliknya, biaya kuliah di PTS tergantung pada kebijakan masing-masing PTS. Secara umum komponen biaya pendidikan PTS terbagi menjadi biaya pendaftaran, biaya registrasi ulang, biaya SPP per semester, uang sumbangan institusi, biaya UTS dan UAS, biaya praktik lapangan, dan biaya lainnya tergantung dengan kebijakan masing-masing PTS.

Menurut Prof Fathul Wahid (Rektor UII) dalam laman bernasnews, ciri dari kualitas lulusan perguruan tinggi di masa depan adalah berwatak luhur yakni religius dan nasionalis yang menghormati keberagaman dan memiliki pemahaman lintas budaya. Selain itu, mahasiswa haruslah disiplin terhadap ilmu, serta dapat beradaptasi terhadap perkembangan teknologi di era globalisasi. Peran perguruan tinggi swasta untuk bangsa dan negara selama ini luar biasa. Bahkan ketika negara belum hadir di setiap pelosok Nusantara, PTS sudah hadir mencerdaskan anak bangsa.

Lalu bagaimana dengan kualitas anak Negeri ?. Mahasiswa PTN maupun PTS memiliki segudang prestasi baik nasional maupun internasional. Dari kompas.com yang ditulis oleh Elisabeth Diandra Sandi, contoh prestasi dari PTN salah satunya Universitas Negeri Yogyakarta. Satu tim dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil meraih medali emas dalam ajang International Invention, Innovation, and Design Competition (3IDC) 2020. Lima mahasiswa yang tergabung dalam tim tersebut adalah Ario Candra Purpratama (Prodi Kimia), Zulkaisi Dwi Pangarso (Prodi Pendidikan Fisika), Intania Isnaini (Prodi Pendidikan Kimia), Nahla Nur Khalisah (Prodi Pendidikan Bahasa Inggris), dan Dwi Rahmawati (Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga).

Meski lomba karya ilmiah yang diadakan oleh Faculty of Accountancy, Universiti Teknologi MARA Kedah, Malaysia ini berbentuk virtual, tetapi kelima mahasiswa tersebut berhasil meraih prestasi dengan mempresentasikan “Innovation of Synthesis and Characterization for Curcuminoid Nanoemulsion Temulawak”. Tidak hanya PTN yang memiliki prestasi PTS Indonesia Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) semakin unggul tingkatkan prestasi ditengah pandemi Covid-19. Prestasi tersebut ialah capaian peringkat nasional 10 besar pada Sistem Informasi Manajemen Pemeringkatan Kemahasiswaan (SIMKATMAWA) tahun 2021 yang diselenggrakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Selian itu, UMY unggul peringkat 1 tingkat Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Indonesia dalam capaian prestasi kegiatan mahasiswa. Tidak penting dari Universitas mana anda berasal, tapi tapi seberapa besar kontribusi yang bisa berikan untuk bangsa ini.



1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.