Perlukah Rektor Dari Luar Negeri?

Oleh Irham Yuwanamu


Tidak lama ini Menristek mengeluarkan wacana akan merekrut rektor dari luar negeri untuk universitas di Indonesia. Harapannya agar perguruan tinggi Indonesia segera naik kelas di level Internasional. Tentu harapan ini patut didukung supaya Indonesia bisa berjajar sama tinggi dengan negara-negara maju.

Antara harapan dan mendatangkan orang asing menjadi rektor oleh kalangan akademisi Indonesia menuai pro dan kontra. Namun hampir mayoritas opini yang muncul adalah menolaknya dengan berbagai argumentasi yang memadahi. Pada dasarnya lembaga pendidikan tinggi bisa maju tidak mesti rektor dari asing, tetapi yang jelas rektor yang mampu membawa perguruan tinggi itu mampu berjajar sama tinggi dengan kampus ternama secara internasional.

Sebenarnya ide Menristek ini sudah bergulir lama tetapi ada penolakan keras dari masyarakat akademik Indonesia. Sekarang ide tersebut dihembuskan lagi, yang katanya menurut Menristek sudah mendapatkan restu dari Presiden. Sepertinya ide ini masih spekulatif untuk Indonesia, walaupun sudah ada perbandingan dari kampus luar negeri.

Pertanyaannya apakah rektor dari asing mampu membawa perguruan tinggi Indonesia ke arah yang lebih baik ke level global? Setidaknya rangking 200 top dari universitas di dunia. Tentu jawabannya bisa iya dan bisa tidak. Masih belum pasti juga, karena untuk Indonesia belum ada bukti dan pengalaman. 

Ini ada pandangan dari Dr. Syafiq Hasyim yang bisa menjadi gambaran untuk menjawab sekilas pertanyaan tersebut. Berikut ini Pandangannya yang diambil dari tulisan di beranda Fb-nya.

Esensi dari perbincangan untuk merekrut rektor dari negara lain adalah kenyataan mutu dari perguruan tinggi kita yang tidak kunjung naik-naik. Kalangan elite pemerintah melihat kasus negara lain yang rangking pendidikan tinggi mereka melejit yang kebetulan dipimpin oleh rektor dari negara lain. Nanyang Technological University of Singapore. 

Kini NTU dipimpin oleh Subra Suresh, seorang Rektor kelahiran India dan berkarir di Amerika sebelum dipilih menjadi Rektor NTU. Sebelum Subra Suresh, NTU dipimpin oleh Bertil Andersson dari Swedia. Kini NTU nangkring di urutan 12 Universitas terbaik di dunia. Namun nampaknya, rektor asing tidak merupakan faktor utama, sebab NUS dipimpin oleh Rektor berkebangsaan Singapore kini nankring pada urutan 11 dunia keduanya menurut QS World University Rangking. 

Kalau kita berkaca pada Singapore dalam hal ini maka ada hal lain selain persoalan rektor yaitu lingkungan perguruan tinggi yang memang menunjang, sarana prasarana pengajaran, dukungan riset yang melimpah, unsur-unsur akademik menjadi pertimbangan utama, dunia pendidikan di bawah tingkat universitas yang menghasilkan calon mahasiswa yang kompeten --bukan soal politik dan etika-- dlsb. 

Saya membayangkan jikalah kita jadi menghire rektor dar luar negeri, namun tidak dibarengi dengan reformasi total dari sistem pendidikan kita, tidak ada hanya universitas, maka rektor sehebat apapun dari luar negeri akan tidak mampu bekerja secara maksimal di perguruan tinggi kita. 

Saya paham bahwa pemerintah ingin mengambil langkah perbaikan ke depan melalui jalan ini duluan, namun melihat lambatnya reformasi perguruan tinggi kita, maka langkah ini saya pandang kurang efektif. Pemerintah harus memikirkan roadmap yang lebih luas dan komprehensif dan terutama bagaimana membicarakan masalah ini dengan departemen keuangan dimana dalam banyak kasus niat tinggi perguruan tinggi kita untuk bergerak, namun apa daya anggaran kurang.

*foto diambil dari laman kompas.com


1 komentar:

  1. Menurut saya, tidak perlu mendatangkan Rektor dari luar tetapi bisa dijadikan semacam konsultan yang produktif. Karena bagaimanapun, kuktur, budaya bahkan pilihan presidennya pasti berbeda dan ini menjadi problem tersendiri. Hidup Ubi Gembili

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.