Tepian Hati: Pertemuan Di Kaki Gunung Tangkuban Perahu




Oleh Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis

Memang rasa tak bisa ditebak dan tak bisa dipaksakan. Semua terjadi begitu saja dan berdetak bagaikan jarum jam yang berputar tetapi bergerak dengan pasti. Hari itu, aku masih ingat engkau dan aku dipertemukan. Meski pertemuan sederhana namun membekas dalam jiwa. Aku tidak tahu jalan Tuhan namun aku hanya mengikuti kata hati bahwa engkau adalah pilihan. Tak ada rasa takut dan gelisah apakah diujung jalan kita masih bersama. Engkaulah yang terbaik itulah yang kufikirkan. Wajah memerah diantara kita ketika bertemu dan hatiku mulai bergetar pertanda ada magnet yang mulai menyatu dan saling menyapa. Aku membiarkan perkenalan itu terjadi tanpa ada kekhawatiran dalam diri.

Semakin hari aku merasakan ada sesuatu yang beda pada diriku. Awalnya aku berfikir mungkin ini hanya rasa yang tak lebih dari sebatas teman biasa. Tetapi ternyata tidaklah demikian. Rasa itu semakin tumbuh dan tumbuh bagaikan pohon kecil yang berubah menjadi pohon besar dengan daunnya yang semakin rindang. Aku mulai berteduh dalam rasa yang semakin nyaman, aku berpegang kuat pada pohon keyakinan bahwa engkau adalah seorang bidadari yang dikirimkan Tuhan.

Pertemuan singkat itu meninggalkan rasa yang membuat tidur tak nyenyak, bayangmu selalu mengahantui bagaikan kecanduan akan secangkir kopi yang selalu menemani. Rasa yang tak bisa dihentikan justru ia terus berjalan untuk mencari kembali hati yang telah memberikan kenyamanan. Ya Tuhan, apakah yang harus aku lakukan, apakah aku harus mengikutinya untuk mengejar bayang-bayangmu? Apakah aku aku menelusuri jalan agar kita bisa bertemu? Logikaku telah mati, tidak ada kesadaran bahwa aku dan engkau seperti langit dan bumi. Engkau adalah langit sedangkan aku adalah bumi. Keterbatan akan diri terhadap apa yang dimiki membuat itu terjadi. Tapi memang logikaku telah mati. Semuanya keterbatasan yang dimiliki terkalahkan oleh sebuah rasa yang meluluh lantahkan dimensiku.

Sehingga sampailah pada suatu hari, aku mulai gelisah dan ingin meluahkan apa yang dirasakan. Tidak terfikirkan apakah engkau juga memiliki rasa yang sama, yang pasti aku harus mendapatkan kepastian, kepastian tentang sebuah rasa yang berbeda. Ya, di kaki gunung Tangkuban Perahu aku menyatakan rasa yang terpendam. Disaksikan hamparan kebun sayur yang menghijau dan terik matahari yang memberikan semangat diri akupun meluahkannya kepadamu lewat sebuah handphone jadul yang kumiliki. Engkaupun membalas rasa yang kumiliki dengan rasa yang sama.

Tak bisa diungkapkan lagi dengan kata-kata, betapa senangnya mendengarkan balasan bahwa engkau juga memiliki rasa yang sama. Secara spontan aku melonjak tinggi akibat rasa senang yang ada pada diri. Sehingga mulai saat itulah kita membangun komitmen dan motivasi agar kita melangkah dengan pasti. Melangkah bersama untuk menggapai masa depan bersama. Tidak ada istilah pacaran diantara kami yang ada hanya berteman tapi terus memperbaiki diri dan saling menasehati.  

Engkau dan aku akan menjadi kita, oleh karena itu jangan melangkah sendiri namun kita lalui bersama”



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.