Jejak Sang Mahasiswa: Menapaki Jalan yang Lebih Terjang

 Oleh Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)
 
Ini adalah awal dimana aku harus benar-benar terbang jauh melintasi langit sumatra. Dengan uang seadanya akupun berangkat ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan. Awalnya orang tuaku tidak mengizinkan karena kondisi keuangan yang betul-betul memprihatinkan. Namun aku mencoba meyakinkan orang tua bahwa nanti pasti ada jalan ketika kita mau berusaha. Pada saat itu belumlah ada beasiswa khusus program studi yang diambil, sehingga mau tidak mau harus menggunakan dana pribadi untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Meski di awal tidak setuju namun karena penjelasan dan tekad yang kuat akhirnya orang tua melepasku untuk melanjutkan pendidikan di Tanah Jawa.

Karena sama sekali belum pernah ke Bandung, maka sebelum berangkat terlebih dahulu aku mencari kenalan orang Riau yang ada di Bandung melalui teman-teman di kampus S1 dulu. Ini dilakukan dengan tujuan agar setibanya di Bandung tidak terlonta-lonta karena tidak pernah kesana, disamping itu dengan adanya teman kenalan tersebut berharap bisa numpang nginap sementara selama mengikuti tes program pascasarjana. Ya, inilah yang dilakukan demi mencukupkan uang yang dibawa. Sehingga perlu berhemat agar cita-cita untuk bisa kuliah di Bandung tidak sia-sia.

Singkat cerita setelah mencari, aku mendapatkan nomor kontak dari seniorku pada saat itu. Ia menyuruhku untuk menghubungi nomor yang diberikan ketika sesampainya di Bandung nanti. Akhirnya sesampainya di Bandung akupun menghubungi nomor yang dimaksud. Alhamdullah ternyata sang pemilik kontak itu sangat baik sekali. Ia mengizinkanku untuk tinggal sementara di tempatnya. Ia adalah bang Riki yang sekarang telah menjadi orang berjaya di Pekanbaru, disamping dosen ia juga menjabat sebagai Pembantu Dekan III di salah satu perguruan tinggi ternama di Pekanbaru. Bang Riki adalah mahasiswa S2 Bilogi di kampus yang menjadi impianku, kampus itu adalah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang sering diplesetkan sebagian orang dengan sebutan Universitas Padahal IKIP. Memang UPI adalah perubahan dari IKIP dan kebanyakan orang lebih mengenal IKIP bukan UPI, dan seringkali orang menyangka UPI adalah kampus swasta, karena memang dari 13 mantan IKIP hanya UPI Bandung yang tidak memberikan embel-embel negeri pada nama perguruan tingginya.

Akhirnya aku mendapatkan tumpangan juga, dalam benakku telintas sejenak ketika telah sampai dikos-kosan bang Riki. Pada saat itu dia berdua sekamar. Teman sekamar bang Riki tidak kalah baik dengannya. Namanya Bang Idris yang sekarang juga sudah menjadi dosen di salah satu perguruan Tinggi terkenal di Pekanbaru. Alhamdulillah pada saat itu rasa Syukur yang tak terhingga kepada Tuhan penguasa alam semesta yang telah memberikan fasilitas melalui perantara bang Riki yang berbaik hati. Setelah beristirahat semalaman, keesokan harinya akupun ikut tes di Kampus UPI. Kalau gak salah pada saat itu tesnya di lantai 5 gedung pascasarjana. Tes yang ku ikuti saat itu berbeda dengan tes yang kulakukan waktu S1 dulu. Mulai tingkat kesulitasn soal yang lebih tinggi dan teman-teman yag ikut juga tidak lagi muda belia seperti 4 tahun yang lalu. Mereka berasal dari berbagai penjuru negeri dengan latar belakang pekerjaan dan pengalaman yang luar biasa. Sementara aku hanyalah anak ingusan yang belum tau apa-apa tetapi ingin menjadi apa-apa.

Seusainya tes akupun kembali ke kos. Tapi ada semacam tidak percaya bahwa nanti aku bisa lulus. Karena jawaban yang ku isi dari soal yang diberikan memang tidak maksimal. Tapi apalah daya semua tidak lagi bisa dirubah. Yang bisa dilakukan hanyalah berdo’a dan berdo’a semoga Tuhan mengijabah. Setelah beberapa hari di Bandung akupun kembali ke daerah. Kurang lebih satu bulan menunggu. Satu bulan adalah waktu yang lama untuk menunggu apakah aku lulus atau tidak. Satu bulan tersebut memang masa-masa yang sangat membimbangkan dan penasaran. Karena aku tidak mau mengecewakan orang tua yang sudah berjuang mencari uang demi anaknya bisa sekolah. Tambah lagi usaha kakak ku yang rela menjual HP nya demi aku bisa kuliah. Ya, itu semua masih ku ingat.

Alhamdullah setelah satu bulan menunggu, akhirnya aku mendapatkan kabar dari kantor Desa bahwa ada surat masuk yang ditujukan kepadaku dan meminta untuk mengambilnya. Surat itu berasal dari kampus UPI. Dalam benakku “pasti ini adalah pemberitahuan kelulusanku”. Akhirnya dengan semangat akupun mengambil surat tersebut dan sesampainya di rumah akupun membukanya yang disaksikan oleh ibu, ayah dan kakakku. Tuhan punya kuasa dimana kita berusaha pasti Ia akan memberinya. Ya, ternyata ketakutanku selama ini terbantahkan dengan sebuah surat pemberitahuan bahwa aku diterima untuk melanjutkan pendidikan di UPI. Ya, aku sekarang sudah sah menjadi mahasiswa UPI dalam benakku spontan muncul. Mata berbinar ditunjukkan oleh keluargaku atas kelulusan anaknya. Aku adalah anak satu-satunya dan pertama di desa yang melanjutkan pendidikan hingga S2. 



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.