Mahasiswa Saat Ini: Agen Perubahan Atau Terseret Perubahan ?
Hari ini banyak sekali
mahasiswa yang menjumpai saya untuk berkonsultasi terkait perkuliahan semester
baru yang akan ditempuhnya. Ada yang mau masuk semester dua, empat dan enam.
Konsultasi mengarah pada masalah-masalah akademik seperti nilai yang menurun
dan lain-lain. Melayani mahasiswa yang bimbingan membuat diri teringat pada
suatu masa bahwa saya juga pernah seperti mereka yaitu menjadi mahasiswa.
Semenjak dulu mahasiswa
itu sering dikatakan sebagai agent of change (agen perubahan).
Julukan agen perubahan mengarah pada orang yang menempati posisi sebagai
“wakil” dalam tatanan sosial di masyarakat. Mahasiswa adalah penyuara
perubahan, mulai dari konseptor hingga eksekutor. Mereka adalah pengontrol atas
situasi yang terjadi dilingkungannya, pengamat dan pemberi solusi atas segala
problema. Inilah yang ditunjukkan oleh orang yang bernama mahasiswa.
Trend mahasiswa sebagai agen perubahan bukanlah
terlihat dari gaya kekampus yang mentereng dengan pakaian rapi serba berlebel,
tapi lebih mengarah pada fikiran berlian yang dilahirkan. Inilah mahasiswa.
Sehingga timbul pertanyaan jika kita lihat potret mahasiswa saat ini apakah
masih bisa dikatakan mahasiswa sebagai agen perubahan? Tentunya ini kembali
kepada kita masing-masing dalam menilainya. Namun jika dari sudut pandang
pribadi mahasiswa sekarang mulai bergeser dari apa yang seharusnya terjadi.
Namun mohon digaris bawahi barangkali ini hanya sudut pandang pribadi yang tak
bisa digeneralisasi. Mahasiswa sekarang lebih cenderung bukan sebagai agen
perubahan melainkan sebagai mahasiswa yang terseret perubahan. Mahasiswa
sekarang lebih cendrung konsumtif namun sedikit sekali yang kreatif. Kreatif
dalam mengembangkan kemampuan agar menjadi bekal dihari kemudian. Mahasiswa
sekarang lebih suka ke Mall ketimbang membaca buku. Mahasiswa sekarang
lebih sibuk untuk berdandan kekampus namun ketika berdiskusi dikelas ia tak
mampu. Mahasiswa sekarang lebih senang membeli pakaian baru ketibang untuk
membeli buku.
Budaya diskusi yang
dilakukan mahasiswa atas problematika yang terjadi baik terkait isu politik,
sosial, ekonomi, pendidikan sekarang mulai hilang. Ruang diskusi semakin
sempit sehingga pemikiran mahasiswapun juga sempit. Jiwa kritis dari mahasiswa
semakin krisis. Mereka lebih cenderung ketawa sana sini, ngaur ngidul tak jelas
dan menganggap orang yang serius dalam mengembangkan keilmuannya sebagai
intelek kacangan yang hanya sok-sokan. Padahal mereka tidak sadar bahwa mereka
adalah mahasiswa yang diharapkan memberikan perubahan. Bukan kita yang ikut
perubahan namun kitalah yang menciptakan perubahan.