Teladan Berliterasi

Image result for literasi di pgri



Oleh Muhammad Rizal

Tulisan ini sebagai tulisan yang digunakan dalam merefleksi dan memperingati hari Guru Nasional (PGRI) ke-72 tahun yang bertema "Meningkatkan Kesadaran Kolektif Guru dalam Meningkatkan Disiplin dan Etos Kerja Guru dalam Penguatan Pendidikan Karakter" yang akan dikaitkan dengan permasalahan budaya literasi di Indonesia bahwa guru harus mampu menjadi teladan berliterasi bagi peserta didiknya.
 
Memasuki usia yang ke-72 tahun, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) sebagai organisasi terbesar untuk mewadahi profesi guru di Indonesia telah menunjukkan kemampuan dan eksistensitas yang tinggi dalam menyangga proses pendidikan dan program-program pendidikan yang sedang dijalankan. Usia yang cukup matang dan dewasa bagi sebuah organisasi nasional harus disadari bahwa perjalanan profesi guru sampai selama ini telah mampu melakukan pengabdian terhadap dunia pendidikan dan dalam tujuannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun pendidikan karakter.

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan mulia seorang guru atau tenaga pendidik. Kita juga tahu bahwa selayaknya guru menjadi teladan, role model, perfect person, atau first person yang berada dalam kancah pendidikan, mereka bertugas dalam usaha membimbing, membina, dan mengembangkan proses pendidikan. Semua terwadahi dalam sebuah tuntutan tugas atau keprofesionalitasan seorang guru.

Dalam menjalani tugasnya telah banyak pula peristiwa, persoalan,tantangan, dan kendala yang telah dihadapinya. Salah satunya adalah budaya berliterasi. Pada tataran masyarakat global, kemajuan teknologi dan keterbukaan/kekinian tak dapat dilepaskan, maka dari itu butuh kemampuan meliterasi. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan sosialnya.

Literasi menjadi sarana bagi peserta didik dalam mengenal,memahami,dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Upaya adanya pembudayaan literasi sebenarnya telah digagas dengan falsafah Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik,professional, pemerintah, dll) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak. Kegagalan kemampuan literasi tidak sepenuhnya bahwa guru adalah subjek yang bersalah dalam hal ini. Namun, belum adanya metode atau cara yang tepat dalam menjalankan tuntutannya saja.

Kurangnya minat baca dan tulis di kalangan siswa akhir-akhir ini yang melanda Indonesia tidak dapat dimungkiri. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia yang belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Secara spesifik, budaya membaca dan menulis kita amat memprihatinkan, padahal keduanya adalah penyangga literasi yang amat penting dalam pembangunan bangsa ini.

Guru Teladan
Ketidaktersediaan buku penunjang atau bahan buku (pengayaan) yang ada di sekolah-sekolah sebenarnya disebabkan kurang mendapat perhatian pemerintah. Tidak adanya upaya yang baik dalam manajemen pendidikan sekolah dalam membangun perpustakaan sekolah. Selain itu tak adanya bahan alternatif bacaan lain merupakan kendala besar dalam membangun minat baca karena terlebih dahulu perlu pemantapan sarana dan infrastuktur yang tepat baru untuk kemudian bisa menjalankan budaya literasi ini.

Hal ini telah dibangun melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang telah dicanangkan pemerintah yaitu berupa pembangunan infratruktur atau sarana baca, 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai, pojok baca, pelatihan siswa menulis, dan bisa jadi perubahan kurikulum berbasis literasi. Bahkan, gerakan literasi tidak sampai hanya di situ,namun juga mendorong gerakan melahirkan karya otentik dari siswa maupun guru. Pertanyaannya, bagaimanakah agar gerakan ini mampu diterapkan secara terus menerus dan berkelanjutan agar mampu diperoleh tujuan yang ingin dicapai?

Seperti dinyatakan oleh Much.Khoiri dalam Kompasiana “Keteladanan dalam Budaya Literasi”, Itulah mengapa, membangkitkan (kembali) budaya literasi sangat penting adanya. Dua kata kunci yang bisa dipegang adalah keteladanan dan rekayasa. Keteladanan bersifat individual,sedangkan rekayasa bersifat sosial dan pemberdayaan. Keteladanan tumbuh berkat kesadaran, yang jika dikelola oleh individu mampu melahirkan rekayasa sehingga pembudayaan literasi akan membuahkan hasil yang optimal.

Keteladanan sebetulnya bersumber dari proses mendidik diri, sebelum seseorang mendidik orang lain. Sementara itu, tak dimungkiri, mendidik orang lain agar menjadi apa yang kita inginkan, tidaklah mudah. Untuk membuat orang lain memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku sejalan dengan apa yang kita inginkan, maka kita harus menjadi cermin atau suri tauladan yang pantas.

Hal utama yang patut dijadikan teladan oleh peserta didiknya, guru harus mampu berliterasi lebih tinggi daripada peserta didik. Artinya, di sini guru harus menang start dalam hal berliterasi contohnya dalam berkreasi mencipta atau menulis gagasan/pengalaman kehidupan, kajian konseptual, hasil penelitian/riset yang hasilnya sudah dibukukan.Untuk kemudian tugas guru adalah mendorong siswa menciptakan karya produktif layaknya yang telah dilakukan guru. Dalam hal menyediakan atau memperkaya buku penunjang pada pojok buku atau perpustakaan adalah karya guru itu dapat berupa buku e-digital yang dapat diakses pula selain dalam bentuk cetak.

Sejalan dengan HUT ke-72 PGRI Indonesia, melalui berbagai program kegiatan yang dilaksanakan dalam memperingati hari ulang tahun profesi guru antara lain termaktub dalam buku Pedoman Pelaksanaan Peringatan HUT Ke-72 PGRI adalah “Kompetisi Guru Menulis dan Menerbitkan Buku”, “Kompetisi menulis dengan tema “Membangkitkan Kesadaran Kolektif Guru dalam Meningkatkan Disiplin dan Etos Kerja untuk Penguatan Pendidikan Karakter”. Boleh kita katakan bahwa program-program ini adalah menjawab atau menunjang gerakan literasi itu sendiri agar tujuan akhirnya dapat tercapai dengan baik.

Bahwa, berliterasi adalah sebuah keniscayaan yang penting adanya. Marilah kita sama-sama membangun program gerakan literasi nasional yang telah dirancang. Bekal keteladananlah yang harus dicapai oleh guru agar mampu mendorong peserta didiknya tidak buta literasi dan kaya literasi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.