Setiap Siswa Pasti Cerdas


Oleh : Slamet Widodo, Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro.

Semalam, sekira jam 20.00 WIB ada pesan pribadi, yang masuk ke Whatsapp saya. Dari nomor belum dikenal. Saya lihat profilnya, ada foto seorang anak laki-laki. Pakai baju kotak-kotak ala Jokowi, bertopi. Duduk di sebuah bukit. Nama profilnya menggunakan inisial, "~NKM".

Saya membaca tulisan yang dikirim hingga akhir, saya belum berhasil menemukan jawabannya. Siapa dia sebenarnya. Kirimannya berupa artikel. Judulnya "Jatuhku Bangkitku". Sepertinya, artikel itu hasil tulisannya sendiri. Saya tahu dari caranya menulis. Cara merangkai kata hingga menjadi sebuah kalimat. Penempatan tanda baca dan cara membuat paragraf yang belum begitu tertata rapi.

Namun, ketika saya membaca sampai akhir. Saya bisa memahami pesan dan maksud yang ingin disampaikan. Artinya, menurut saya, dia sudah bisa menulis. Bagi saya, untuk taraf belajar, apapun yang ingin disampaikan dan bagaimanapun bentuk tulisannya saya tetap memberi apresiasi. Untuk memberi motivasi kepada calon penulis.

Bagi anak MTs setingkat SMP, ada kemauan untuk belajar menulis itu sudah merupakan prestasi yang patut diapresiasi. Sebab, jarang sekali kita temukan anak seperti itu. Pesan yang berhasil saya tangkap, seperti ini.

Dalam tulisan tersebut, dia berkisah, sewaktu dia masih kecil dan mulai masuk sekolah di SD. Dia takut berangkat ke sekolah, sehingga setiap kali berangkat ke sekolah diantarkan oleh orang tuanya. Mulai masuk kelas satu sampai pada saat kenaikan kelas, dia belum bisa membaca, menulis dan menghitung. Dia mengatakan, katanya, dia termasuk anak yang "bodoh".

Hal itu bukan tanpa alasan. Katanya, "Kebodohannya" itu disebabkan karena latar belakang pendidikan dan pekerjaan orang tuanya. Ibunya tidak tamat SD. Sementara ayahnya hanya lulusan SD dan bekerja sebagai petani. Sehingga tidak sempat membimbingnya belajar.

Pernah, pada saat kenaikan kelas, dia dipanggil ke kantor oleh gurunya. Untuk dites membaca. Waktu itu dia diminta membaca tulisan "Kumbang" disertai gambar. Dia sama sekali tidak bisa membaca. Dengan begitu, gurunya memutuskan, dia harus tinggal kelas. Dia merasa malu, karena harus belajar satu kelas dengan adik kelasnya yang baru masuk kelas satu.

Nah, dari situ, muncul niat dari dirinya sendiri. Jika ingin berhasil dalam hidup, harus giat belajar dan berusaha. Akhirnya, dia belajar dengan giat. Dan hasilnya luar biasa. Dia mendapat peringkat ke-6 dari 16 siswa di kelasnya.

Sebuah kisah yang sangat mengharukan. Saya yakin, dia menulisnya dari hati yang paling dalam. Ihlas. Hal itu bisa saya rasakan saat mengeja kata demi kata yang dia rangkai tanpa terasa mata saya berkaca-kaca.

Selesai saya mambaca artikelnya. Langsung saya balas untuk memberi komentar.

"Keren... Tulisannya luar biasa, mas. Maaf, boleh tahu ini siapa ya?"

"Nur Kholis Majid kelas 9E, pak."

"Wah, luar biasa, Mas. Ceritanya sungguh menyentuh hati."

"Itu fakta kehidupan saya, pak. "

"Keren Mas. Sampeyan luar biasa. Bisa menuliskan pengalaman hidup.

Iya, memang, sebuah kenangan akan hilang begitu saja jika tidak diikat dengan tulisan.

Lanjutkan menulisnya Mas."

"Trimakasih pak."

"Sama-sama Mas. Tolong besok pagi, temui saya. Saya pengen berjabat tangan mengucapkan selamat buat sampeyan.

Besok pagi, saya piket di pintu gerbang utara."

"Iya, pak."

"Saya kaget. Kok tiba-tiba Mas Kholis bisa menulis sebanyak dan sebagus ini. Lalu dikirim ke Pak Slamet.

Pak Slamet boleh tahu apa motivasi Sampeyan?"

"Saya ingin menjadi orang yang bisa menciptakan buku dan bermanfaat bagi semua orang, pak."

"Aamiin... Wah, cita-cita yang sangat mulia, Mas. Insya Allah pasti tercapai."

"Aamiin... Terimakasih banyak atas doanya, pak."

Ya, Nur Kholis Majid adalah siswa kelas 9E MTs Negeri 3 Bojonegoro. Saya mengajar matematika di kelasnya. Menurut pengamatan saya, selama mengajar di kelasnya. Dia termasuk anak yang berbeda dengan teman-temannya. Pendiam dan patuh terhadap guru. Selain itu, dia sangat antusias mengikuti pelajaran saya.

Ternyata bukan hanya saya yang menilainya seperti itu. Tadi pagi juga ada seorang guru yang mengatakan hal yang sama dengan saya. Di kelasnya, saya sering memberi motivasi agar anak-anak suka membaca dan menulis. Saya juga tunjukkan buku antologi "Mendidik Anak di Era Digital" di hadapan mereka.

Selain itu, saya selalu memberi motivasi agar giat belajar dan suka terhadap matematika. Sebab, matematika adalah ilmu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan ini.  Meski saya tahu, sebagian besar siswa tidak terlalu suka dengan matematika. Tetapi, mau tidak mau harus tetap dipelajari.

Dan saya sadar betul setiap anak memiliki kemampuan di bidangnya masing-masing. Meski mereka kurang minat di mata pelajaran matematika, misalnya. Pasti mereka memiliki kelebihan di bidang lainnya. Seperti kecakapan dalam menulis, misalnya.

Namun, saya sebagai guru, kadang belum bisa memahami karakter siswa. Menganggap semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Sehingga ketika mengajar disama ratakan alias digebyah uyah. Menulislah, Anda pasti cerdas.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.