Pendidikan Pesantren


Oleh M. Khoirudin dosen UNU Lampung

Berbicara masalah pesantren pasti tidak luput dari peran kyai untuk membimbing para santri. Indonesia sangat beruntung sekali mempunyai pendidikan seperti pesantren. Dengan adanya pendidikan pesantren telah lahir beberapa tokoh yang berpengaruh baik nasional maupun internasional.

Pendidikan yang diberikan oleh pesantren mempunyai ciri khas tersendiri seperti kurikulum yang ada pada pesentren tidak terpaku tetang persoalan agama saja, melainkan tentang khalayak umum untuk kehidupan masyarakat.

Tidak sedikit peran pesantren memberikan materi kewirausahaan untuk para santri seperti berdagang, berternak, otomotif, budidaya perikanan dll. Ketiadapaksaan kurikulum dari pemerintah untuk pesantren ini yang mampu mencetak para cendikiawan yang menjawab tantangan zaman.

Peran kyai pada tiap pesantren begitu besar. Kyai adalah simbol yang harus dihormati, disegani bahkan diagungkan. Walau dari sisi humaniora, kyai itu sama dengan manusia pada umumnya. Namun yang menjadi pembeda kwalitas keilmuannya atau maqamnya.

Pendidikan pesantren yang dianggap budaya kuno, bagi masarakat moderen saat ini. Kenapa saya katakan kuno? Bisa kita lihat apabila santri bertemu kyai diperlintasan jalan, apa yang akan terjadi? Pasti para santri akan menepi dan tertunduk, mungkin kalau ada lubang yang bisa untuk sembunyi pasti para santri akan memasuki lubang tersebut.

Pemandangan yang unik jika kita telaah lebih mendalam tentang pendidikan yang ada di pesantren. Tidak pernah ada anjuran untuk takut, menghargai, bahkan tertunduk jika bertemu kyai. Ketulusan hati kyai ketika mengajar para santri yang membuat akhlak mereka tertata dengan rapi.

Sungguh pemandangan yang sangat elok sekali, tidak pernah berebut tempat ketika bertemu dengan sang kyai, tidak pernah berbicara kasar bila bertemu sang kyai, tidak pernah ada yang dorong mendorong bila ingin berjabat tangan, atau mencium tangan kyai. Sebuah kebiasaan yang patut untuk ditiru seorang kyai yang memberikan keteladanan akhlak dan ilmu tanpa pamrih.

Sebuah pemandangan yang berbeda apabila kita bertemu dengan salah satu pejabat seperti Bupati, Gubernur, bahkan Presiden yang selalu antri dan saling desak desakan ketika ingin berjabatan tangan. Karena apa dari berjabatan tangan tersebut ada niat yang tidak ikhlas yakni kenginan untuk dikenal lalu diberikan sebuah jabatan atau keuntungan material.

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.