Membangun Sebuah Perspektif Pendidikan


Judul : Menggagas Pendidikan untuk Indonesia
Penulis : Mohamad Takdir Ilahi, dkk.
Tebal : 192
Penerbit : PT. Kanisius Yogyakarta. 2017

Isu menyangkut kekerasan dan perilaku intoleransi dalam dunia pendidikan menjadi unsur penting yang harus diperhatikan. Pasalnya beberapa fenomena seperti tawuran antar pelajar atau ajaran radikalisme dalam mata pelajaran agama disekolah menjadi representasi bagaimana pendidikan belum dapat mewujudkan pembangunan menyangkut makna tentang perdamaian. Oleh karenanya pendidikan perdamaian menurut Mohammad Takdir perlu diwujudkan dalam praksis pendidikan dewasa ini.

Disini Mohamad Takdir memberikan sebuah pandangan bahwa membangun pendidikan perdamaian (peace education building) perlu segera direalisasikan. Mengingat perilaku kekerasan mungkin sudah dianggap kronis dan bahkan telah menjadi ironi bagi pendidikan kita saat ini. Kekerasan sudah dianggap sebagai gaya hidup bagi sebagian besar kaum muda terpelajar kita, dan ajang untuk menjaga eksistensi diri, maka pendidikan telah kehilangan maknanya sebagai ruang untuk membangun rasa perdamaian.

Wujud dari ide peace education yakni untuk menumbuhkan budaya damai (peace culture). Untuk itu pengembangan lebih jauh lagi dari pengembangan budaya damai di sekolah bisa diwujudkan melalui penelitian perdamaian dalam lembaga sekolah (peace research). (hlm:6) dengan demikian gagasan tentang peace education dapat berkembang lebih jauh dalam menjaga isu perdamaian terutama dalam ruang pendidikan di sekolah-sekolah.

Dalam praktik intoleransi misalnya, pendidikan agama dirasa kurang memadai untuk membangun ruang perdamaian, hal ini dikarenakan kecenderungan pendidikan agama yang dianggap menjadi solusi atas praktik kekerasan dan perialku intoleransi tidak mampu mewujudkan idealismenya.

Hal ini masih didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan agama masih kurang memberikan pemahaman agama secara kontekstual bagi perkembangan nilai mau pun ajaran agama-agama yang kemudian justru berkecenderungan diajarkan secara “kolot” tanpa dihubungkan dengan nilai sosial, terutama mengenai sejarah dan budaya menganai keberagaman sebagai kekayaan bangsa dan identitas nasional dalam menempuh kehidupan sesuai falsafah dasar Panca Sila.

menurut Muhammad Arif memberikan sebuah ide bahwa pendidikan agama mesti “direvolusi” dengan pandangan bahwa pendidikan agama harus memiliki pandangan historis untuk mengedepankan konteks sosial dan substansi dari kitab-kitab suci masing-masing agama itu sendiri.(Hlm:56).Dengan mengedepankan konteks dan substasi dari pendidikan agama berpendekatan historis dan tidak normatif, maka secara tidak langsung pendidikan agama akan mengedepankan nilai pendekatan sosial keagamaan yang multidisipliner dan interdisipliner.

Arief meyakini bahwa ketika ilmu agama dalam ruang pendidikan sekolah dikaitkan dengan nilai sejarah dan budaya bangsa Indonesia, tentu akan menghasilkan nilai kebangsaan berbalut keagamaan. Maka kekhawatiran akan adanya pemahaman agama secara kaku dan kolot untuk menerapkan nilai agamanya tanpa menghiraukan adanya penganut agama lain disekitar agamanya yang merupakan kemiskinan dari esensi pendidikan agama itu sendiri dapat diminimalisir dengan metode pendidikan agama kontekstual tersebut.

Diresensi Rizky Pujianto/Mahasiswa

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.