Acara Saya Membaca, Kalau Kamu ?


Oleh Nurhilmiyah, dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan.

Di suatu kota belasan tahun yang lalu, satu waktu teman saya kebagian tugas menghubungi seorang narasumber. Beliau dikenal sebagai seorang ustadz yang berpandangan luas serta dalam ilmunya. Kini jabatan fungsional tertinggi telah disandangnya. Sebagai guru besar di kampus UMY.

Saat menyesuaikan hari H acara kami dengan jadwal beliau yang cukup padat, teman saya sempat menunggu agak lama. Senin saya ada acara di tempat A, kata beliau. Selasa juga demikian, sampai akhirnya ketemu Senin lagi. Wah, sibuk sekali pikir teman saya.

Syukurlah ditemukan juga hari yang lowong untuk mengisi acara kajian yang kami gelar. Sebelum mengakhiri pembicaraan, teman saya agak usil menanyakan, ustadz mengisi acara di mana saja sih sampai sepertinya sangat sibuk.

Beliau hanya tersenyum tipis mendapat pertanyaan seperti itu. Wajar saja bila ditanya demikian. Kondisi otak manusia memiliki sifat selalu ingin tahu. Dalam benaknya manusia selalu bertanya-tanya. Seseorang merasa kurang puas, bila apa yang ingin diketahui tidak terjawab.

Acara saya membaca, jawab beliau. Ada beberapa acara yang saya tidak keluar rumah. Saya cuma membaca, ya. membaca buku. Jadi acaranya membaca? Tertohok rasanya. Karena selama ini kami yang waktu itu menyandang predikat sebagai seorang mahasiswa masih sangat sedikit menyediakan porsi waktu untuk membaca. Beliau yang rasanya sudah sangat mumpuni di bidangnya, sangat intensif membaca.

Padahal untuk bisa menuliskan pemikirannya, otak seseorang mutlak harus punya isi. Penulis Denni Candra mengatakan rumus menulis adalah baca + baca + baca + nulis. Tiga banding satu. Bukan sebaliknya. Penulis harus rakus membaca.

Namun sayang data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius.

Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 88,1 juta pada 2014.
Wow!

Jangan dulu membandingkan Indonesia dengan negara-negara maju, seperti Amerika, Australia, maupun Inggris. Di antara negara-negara ASEAN saja, Indonesia menempati urutan ketiga terbawah bersama Kamboja dan Laos.

Bagaimana tidak, penelitian UNESCO mengenai minat baca pada tahun 2014 lagi-lagi menyebutkan bahwa anak-anak Indonesia membaca hanya 27 halaman buku dalam satu tahun.
          
Pemeringkatan terbaru, menurut data World'sMostLiterateNations, yang disusun oleh CentralConnecticut State University tahun 2016, peringkat literasi kita berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti! Indonesia hanya lebih baik dari Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika.

Miris, bukan. Padahal mayoritas penduduk negeri ini pasti tahu ayat pertama yang Allah turunkan adalah "iqra'", bacalah. 
Entahlah, yang pasti tulisan ini mengingatkan saya kembali untuk meluangkan lebih banyak lagi waktu untuk satu kegiatan. Acara membaca.

Ayo mulai geliatkan literasi Indonesia dari sekarang.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.