MENUNJANG PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS DI POLITEKNIK

Oleh Lidya Pawestri Ayuningtyas, komunitas dosen menulis.


gambar 1 (12)
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang diperkenalkan pada tahun 2012 diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia Indonesia di tingkat nasional dan global, meningkatkan capaian pembelajaran melalui pendidikan formal, informal, nonformal, dan pelatihan kerja, serta meningkatkan mobilitas akademik dan pengakuan dari negara-negara di dunia (1). Dalam pendidikan tinggi formal, KKNI diterapkan pada pendidikan akademik maupun pendidikan vokasi. Institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi menurut undang-undang No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi adalah universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, dan akademi komunitas (2). Selain itu, pendidikan vokasi dapat pula ditempuh melalui balai latihan kerja (BLK), lembaga pelatihan kerja (LPK), training center industri, serta lembaga pelatihan vokasi milik kementerian dan lembaga (K/L)(3).
Dalam artikel ini, secara khusus akan dibahas mengenai pendidikan vokasi di institusi pendidikan politeknik. Pendidikan vokasi saat ini sedang sangat disokong oleh pemerintah Republik Indonesia, sejalan dengan program Nawacita pemerintah yang mengedepankan pembangunan 60% politeknik dan 40% sains (4). Selain itu, pendidikan vokasi diharapkan menjadi salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan menekan angka pengangguran (5, 6). Namun, sebuah studi menunjukkan bahwa meskipun pendidikan vokasi diharapakan mampu menekan angka pengangguran, angka pengangguran yang tinggi masih disumbang oleh lulusan politeknik (7, 8). Hal ini salah satunya disebabkan oleh kualifikasi pengajar di pendidikan tinggi vokasi yang seharusnya banyak dari kalangan professional dan tidak hanya berijazah S2, karena itu diperlukan pelatihan bagi para calon dosen politeknik (9). Selain itu, sedikitnya kajian ilmiah mengenai kebijakan pendidikan tinggi vokasi terutama di politeknik menjadi latar belakang penulisan artikel ini.
Gambaran Umum Sistem Pendidikan Tinggi Vokasi dan Politeknik di Indonesia
KKNI diperkenalkan pada tahun 2012 sebagai "refleksi" dari kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 8 tahun 2012; (Kementerian Sekretariat Negara) Undang-undang No.12 tahun 2012; dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 73 tahun 2013 sebagai dasar hukum (10, 11). KKNI berperan "sebagai referensi netral yang dapat menyamakan hasil belajar yang dihasilkan dari pendidikan formal atau nonformal, serta hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman kerja" (10). Juga, dalam konteks internasional, "berfungsi sebagai perangkat yang dapat mengenali dan menerjemahkan kualifikasi tenaga kerja atau siswa internasional di sistem kualifikasi Indonesia"(10).
KKNI memiliki sembilan tingkat, di mana pendidikan wajib belajar 9 tahun di tingkat 1 hingga untuk gelar setara doktor di tingkat 9, baik dalam pendidikan akademik dan kejuruan lihat gambar 1. Dalam praktiknya, lulusan SMA dan SMK dapat mengubah jalur mereka yang berarti bahwa lulusan SMA bisa melanjutkan pendidikan mereka di perguruan tinggi vokasiyangpada umumnya disebut sebagai Program Diploma dengan durasi program yang bervariasi. Misalnya, Diploma 1 (D1) adalah program satu tahun dan Diploma 3 adalah program tiga tahun. Diploma 4 (D4) adalah program empat tahun dan ada pada tingkat yang sama dengan gelar sarjana. Juga, lulusan SMK bisa melanjutkan ke universitas untuk mendapatkan gelar sarjana mereka. Namun dalam beberapa tahun terakhir, istilah D4 lebih umum dikenal dengan sarjana [sains] terapan.
Sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Tinggi, mulai dari 2013 sampai 2017/2018, politeknik Indonesia telah dikembangkan melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Politeknik (13). Dasar pemikiran dari proyek ini adalah untuk mendorong "pendidikan politeknik untuk menghasilkan lulusan yang responsif terhadap kebutuhan pasar tenaga kerja dan berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas di Sektor Prioritas"(8). Alasan lain adalah untuk menyediakan lulusan sehingga mereka dapat bersaing di tingkat regional dan global, terutama karena diimplementasikannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak akhir tahun 2015.
Saat ini, terdapat1, 238 politeknik di Indonesia, di mana 43 di antaranya adalah politeknik negeri(14). Baru beberapa politeknik yang memberlakukan jenjang master, salah satunya adalah Politeknik Negeri Malang dan tahun 2017 dibuka di Politeknik Negeri Jakarta (15).
Untuk menunjang para lulusan perguruan tinggi pada umumnya dan juga politeknik, kini terdapat surat pendamping ijazah (diploma supplement) yang akan disesuaikan dengan kompetensi lulusan politeknik.
Faktor Penunjang Pendidikan Vokasi Berkualitas di Indonesia
Ada tiga ciri khas dari sistem politeknik yang diambil dari tiga artikel studi di beberapa politeknik Indonesia, yaitu integrasi teknologi dalam pendidikan (16), pengawasan kerjasama antara politeknik dan industri dengan pendekatan alumnaeship(17), dan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) (18). Meskipun demikian, dua fitur pertama unik hanya untuk lembaga masing-masingdan RPL merupakan salah satu fitur dari KKNI. Memang benar bahwa fitur-fitur ini juga dilaksanakan di sejumlah politeknik, namun studi di politeknik Indonesia masih terbatas sehingga sulit dilakukan gambaran secara umum.
Marwan dan Sweeney dalam artikel mereka membahas persepsi dosen disebuah politeknik negeri dalam mengintegrasikan teknologi dalam institusi mereka, seperti menyediakan akses Internet untuk semua staf pengajar dan siswa (16). Meskipun tidak ada data yang dapat dikumpulkan apakah setiap politeknik Indonesia sudah menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di institusi masing-masing, dapat diasumsikan bahwa politeknik negeri terutama di beberapa kota terbesar di Indonesiasudah memiliki akses internet bagi para siswa dan staf pengajar. Namun, ini perlu penelitian lebih lanjut dan tidak dapat diasumsikan secaraterburu-buru. Pendanaan yang disediakan oleh pemerintah dan dukungan dari staf pengajar yang percaya bahwa penggunaan TIK sangat penting untuk "kemakmuran masa depan politeknik" merupakan faktor disediakannya TIK di politeknik (16).
Fitur lain dari politeknik adalah asosiasi alumni atau pendekatan alumnaeshipdalam istilah yang digunakan Purwaningrum (17). Dalam hal ini, para alumni harus mengamati dan mempelajari kolaborasi antara akademisi dan pelaku serta kebutuhan industri di Indonesia. Di samping pendekatan alumnaeship, ia menyatakan bahwa kondisi geografis harus juga dipertimbangkan. Studi kasus yang diangkat adalah dua politeknik swasta, yaitu antara Politeknik ATMI Cikarang, yang terletak di Cikarang, kawasan industri terbesar di Indonesia, dan Politeknik ATMI Solo, yang terletak di Jawa Tengah. Namun, studi kasus yang dilakukan oleh Purwaningrum lebih menekankan politeknik yang berlokasi di Cikarang. Dasar pemikiran pendekatan alumnaeship adalah pendekatan sosiologis, di mana kondisi geografis di mana politeknik dan industri berlokasi dianggap penting. Namun, menarik untuk dicatat bahwa sebagian besar dosen (63,6%) di kedua politeknik adalah alumni dari kedua politeknik tersebut. Alasan lain dari alumnaeship adalah bahwa perusahaan yang memiliki alumni politeknik yangmemegang posisi manajerial percaya dengan kualitas tinggi lulusan almamaternya sehingga lulusan dari politeknik tersebut dapat masuk ke dunia industry. Selain itu, kedekatan lokasi antara perusahaan dan politeknik juga memainkan peran penting dalam perekrutan pegawai.
Fitur terakhir adalah Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), yaitu “proses pengakuan atas capaian pembelajaran seseorang yang dicapai sebelumnya baik melalui pendidikan formal, non-formal, informal atau pelatihan-pelatihan terkait dengan pekerjaannya maupun dilakukan secara otodidak melalui pengalaman hidupnya. Pengakuan atas capaian pembelajaran ini dimaksudkan untuk menempatkan seseorang pada jenjang kualifikasi sesuai dengan jenjang pada KKNI”(19). Misalnya, seseorang yang memegang gelar Diploma 1 tetapi memiliki 2 tahun pengalaman kerja dapat diterima untuk D3 (lihat Gambar 2). Selanjutnya, RPL berfokus pada kompetensi tertentu pemohon, bukan pengalaman umum atau kemampuan untuk belajar. Hal ini tergantung pada otonomi politeknik untuk merumuskan penilaian. RPL merupakan rumusan untuk mendukung pembelajaran sepanjang hayat terutama di pendidikan vokasi (18). Studi yang dilakukan oleh Kartikasari dan Sanyoto adalah usulan untuk diterapkan di Politeknik Batam dan Institut Teknologi Bandung. Namun, karena hasil lulusan dari kedua lembaga ini untuk bekerja di industri rekayasa pesawat terbang, penulis berpendapat bahwa RPL sangat dianjurkan untuk diterapkan di tingkat Diploma 3 karena kurikulumnya.
Gambar 2. Rekognisi Pembelajaran Lampau untuk pendidikan sepanjang hayat(18)
Ketiga fitur ini, meskipun diasumsikan belum diimplementasikan di semua politeknik, memperlihatkan gambaran masa depan politeknik Indonesia. Ketiga fitur tersebut berbeda dan tergantung di mana lokasinya berada, misalnya pelaksanaan TIK terkait erat dengan aspek lokasi di  politeknik, sedangkan RPL berkaitan erat dengan promosi kesetaraan pendidikan vokasi yang dapat mendukung pembelajaran sepanjang hayat bagi semua. Hal yang sama berlaku dari fitur alumnaeship yang dapat mendukung dalam menghindari ketidaksesuaian antara lulusan politeknik dan pasar kerja. Analisis kebutuhan tiap-tiap politeknik tidak dapat disamaratakan, sehingga tiap pemangku kebijakan harus dapat menentukan prioritas langkah yang harus diambil. Misalnya, jika sebuah politeknik belum memberlakukan implementasi TIK dan kebutuhan itu dianggap lebih mendesak dibandingkan dengan alumnaeship, maka sebaiknya kebijakan mengenai TIK harus dilaksanakan terlebih dahulu. Analisis kebutuhan pun harus dilakukan sesuai dengan kultur setempat, contohnya apakah alumnaeship dapat mengganggu keadilan dalam mendapatkan pekerjaan. Hal ini tentu tidak berlaku jika politeknik sudah menjalin kerjasama secara resmi dengan perusahaan tertentu.
Setelah penjelasan singkat dari ketiga fitur ini, tidak dapat dielakkan bahwa ketiga studi ini jika diterapkan di institusi politeknik yang lain akan sangat tergantung pada seluruh pembuat kebijakan bagaimana untuk dapat mendorong kualitas pembelajaran dan lulusan politeknik di Indonesia.
Kesimpulan
Surat pendamping ijazah, penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pendekatan alumnaeship, dan RPL merupakan beberapa faktor yang telah dan sedang diupayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan lulusan politeknik dan memperluas akses untuk seluruh masyarakat. Dibutuhkan penelitian lanjutan yang dapat membahas masing-masing aspek tersebut baik dalam skala fakultas, institusi, maupun skala besar. Dibutuhkan pula penelitian mengenai dampak jangka pendek dan jangka panjang atas implementasi kebijakan tersebut.
Terbatasnya literatur ilmiah pendidikan tinggi vokasi di Indonesia saat ini menyebabkan sulitnya untuk mencari gambaran umum mengenai pendidikan vokasi terutama di politeknik. Namun, dengan semakin disokongnya pendidikan vokasi termasuk politeknik oleh pemerintah saat ini, diharapkan artikel ini dapat menyumbang bagi literatur pendidikan tinggi vokasi khususnya politeknik di Indonesia.

Referensi

1.Directorate General of Higher Education. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia: Indonesian Qualification Framework, Peraturan Presiden No.8 Tahun 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia; 2012.
2.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan TInggi, (2012).
3.presidenri.go.id. SMK Bukan Pendidikan Kelas Dua 2016 [Available from: http://presidenri.go.id/pendidikan/smk-bukan-pendidikan-kelas-dua.html.
4.Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, Visi Misi, dan Program Aksi, Jokowi Jusuf Kalla 2014 Jakarta2014 [Available from: http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf.
5.Afrianto D. Menko Darmin Panggil Menaker Bahas Pendidikan Vokasional 2016 [Available from: http://economy.okezone.com/read/2016/11/10/320/1538010/menko-darmin-panggil-menaker-bahas-pendidikan-vokasional.
6.Candra SA. Infrastruktur Penggerak Pertumbuhan Ekonomi 2017 Jakarta2016 [updated 11 November 2016. Available from: http://www.republika.co.id/berita/koran/ekonomi-koran/16/11/11/ogh58242-infrastruktur-penggerak-pertumbuhan-ekonomi-2017.
7.Mereformulasi Kurikulum Menyesuaikan Kebutuhan 2016 [Available from: http://presidenri.go.id/pendidikan/mereformulasi-kurikulum-menyesuaikan-kebutuhan.html.
8.Asian Development Bank. Indonesia: Polytechnics Education Development Project 2013 [Available from: http://www.adb.org/projects/42099-013/main#project-pds.
9.Harahap RF. Kenapa Lulusan Vokasi Banyak Nganggur? 2013 [Available from: http://news.okezone.com/read/2013/04/10/373/789364/kenapa-lulusan-vokasi-banyak-nganggur.
10.Santoso M. Diploma Supplement: Indonesian Qualifications Framework. Jakarta: Indonesian Qualifications Framework, Ministry of Research, Technology and Higher Education; 2015.
11.Unesco Institute for Lifelong Learning. UIL’s contribution to the Global Inventory of National Qualifications Frameworks (NQFs). Indonesia: Unesco Institute fo Lifelong Learning; 2014.
12.Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Penerapan – SN DIKTI dalam Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; 2015.
13.Haksono K. Pengembangan Politeknik [Slide PowerPoint]. Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan; 2015.
14.PDDIKTI Kemristekdikti. Statistik Pendidikan Tinggi 2014/2015. Jakarta: Ministry of Research, Technology, and Higher Education 2016.
15.Ada Program S2, Polinema Sibuk Cari Mahasiswa Baru 2016 [Available from: http://suryamalang.tribunnews.com/2016/10/28/ada-program-s2-polinema-sibuk-cari-mahasiswa-baru.
16.Marwan A, Sweeney T. Teachers' perceptions of educational technology integration in an Indonesian polytechnic. Asia Pacific Journal of Education. 2010;30(4):463-76.
17.Purwaningrum F. The Social Tie That Binds: Academia-Industry Collaboration in ATMI Polytechnic Cikarang, Indonesia. International Journal of Information and Education Technology. 2013;3(5):547-53.
18.Kartikasari D, Sanyoto PE. Recognition of Prior Learning Breakthrough in Aircraft Maintenance Curriculum. Proceeding of Ocean, Mechanical and Aerospace -Science and Engineering-. 2015;2:1-5.
19.Panduan Pengusulan Ijin Penyelenggaraan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) untuk Pembelajaran Sepanjang Hayat dalam rangka Penerapan KKNI bidang Pendidikan Tinggi, (2014).

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.