Hak Atas Pendidikan Bagi Anak-Anak Pulau Kera


Oleh Mohamad Yani Pehang, mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Pengajar Universitas Tribuana Kalabahi, Penerima Beasiswa LPDP
Email: mohamadpehang@gmail.com

ABSTRAK
Dalam konvensi hak anak yang merupkan bagian dari HAM menegaskan dan membentuk hak-hak anak yang secara kategoris terdiri atas 4 macam, yakni atas kelangsungan hidup (survival right), hak atas perlindungan (protection right), hak atas perkembangan (development right) dan hak untuk berpartisipasi (participation rights) (Azizi, 2014 : 1). Lebih lanjut dijelaskan dengan detail tentang pada poin ke 3 tentang hak anak untuk tumbuh berkembang meliputi hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, dalam konvensi mewajibkan negara peserta untuk mewujudkannya. 

Pulau Kera merupakan bagian dari desa Uiasa, Kecamatn Semau, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. Pulau Kera ditempati kurang lebih 82 KK, hadir di Kupang atas permintaan Raja Nasneno untuk mngajarkan masyarakatnya cara berlaut, masyarakat pulau Kera adalah masyrakat yang tidak memiliki identitas Negara, mereka tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk). Mereka hanya dakui keberadaannya ketika pemilihan umum Semenjak negara ini merdeka, warga di sini selalu terisolir. 

Pendidikan yang menjadi salah satu elemen penting untuk memajukan sebuah negara dan juga merupakan amanat UUD 1945, tidak jua mereka cicipi. Pelayanan kesehatan pun jauh dari mereka. Fasilitas pendidikan dan kesehatan tidak pernah mereka nikmati. Artikel ini ditulis untuk mengeksplorasi hak anak-anak pulau Kera untuk mengakses pendidikan

Pendahuluan 
Dalam konvensi hak anak yang merupakan bagian dari HAM menegaskan dan membentuk hak-hak anak yang secara kategoris terdiri atas 4 macam yakni atas kelangsungan hidup (survival right), hak atas perlindungan (protection right), hak atas perkembangan (development right) dan hak untuk berpartisipasi (participation rights) (Azizi, 2014 : 1). Lebih lanjut dijelaskan dengan detail tentang pada poin ke 3 tentang hak anak untuk tumbuh berkembang melipiti hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, dalam konvensi mewajibkan negrara peserta untuk mewujudkannya.

Azizi (2014 : 2) lebih lanjut menambahkan bahwa kewajiban pemerintah tertuang kedalam Undang-Undang No 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak atas pendidikan, hak anak tersebut dalam hak perlindungan anak atas pendidikan pada pasal 9 ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai minat dan bakatnya. Hak atas pendidikan diperoleh seluruh anak dan diusahakan oleh Negara dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya.

Kewajiban Negara memberikan pelayanan pendidikan dasar tertuang pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban  untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,  mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian  abadi dan keadilan sosial. 

Pasal 31 UUD 1945 lebih tegas menyatakan hak  warga Negara dan kewajiban Negara memberikan pendidikan kepada  warganya. Pasal 31 menyatakan (1) Setiap warga Negara berhak  mendapatkan pendidikan, (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti  pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, (3) Negara  memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari  nggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).  

Dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, sebagai revisi  dari UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, juga menyatakan bidang pendidikan termasuk kewenangan pemerintah pusat yang ikut serta  diotonomikan. Setelah otonomi pendidikan juga diberlakukan, ternyata banyak pihak, terutama sekolah dan juga pemerintah daerah yang belum memahami  apa yang seharusnya dilakukan.  

Pulau Kera merupakan bagian dari desa Uiasa, Kecamatn Semau, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT, pulau Kera ditempati kurang lebih 82 KK, hadir di Kupang atas permintaan Raja Nasneno untuk mngajarkan masyarakatnya cara berlaut, masyarakat pulau Kera adalah masyarakat yang tidak memiliki identitas Negara, mereka tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) mereka hanya dakui keberadaannya ketika pemilihan umum (Direktori  Pulau-Pulau Kecil Indonesia). Oumo (2017) mejelaskan Tepatnya pada tahun 1912 M sampai saat ini. Orang suku Bajo pertama yang pindah ke pulau kera bernama Bapak Maliang dari suku bajo dan Bapak Raituang dari Manggarai, barulah pada tahun-tahu berikutnya mulai berdatangan masyarakat suku bajo yang menetap di Fatubesi dan daerah lain di NTT.

Pulau Kera sebagai salah satu dari sekian ribu pulau yang ada di bumi Nusantara. Secara geografis pulau kecil ini masuk dalam peta Nusantara, diapit oleh dua buah pulau yakni pulau Timor dan pulau Semau. Secara demografis ada sekitar 101 Kepala Keluarga (KK) dan 400-an warga yang menetap di pulau ini dengan mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Karena mayoritas penduduk yang hidup di sini ber-suku Bajo (Suku Laut), salah satu suku yang terkenal dengan keahlian mereka dalam melaut. Sedangkan secara administrasi pulau ini masuk dalam wilayah kabupaten Kupang. Walaupun demikian, pemerintah kabupaten Kupang yang telah terbentuk sejak tahun 1958, baru pada tahun 2014 dibentuklah sistem pemerintahan terkecil di pulau ini, 2 RT dan 1 RW.

Meski masuk dalam wilayah geografis Indonesia, pulau ini dan warga yang menetap di dalamnya seolah tidak mendapatkan pengakuan secara administratif oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan pemerintah Kabupaten Kupang. Salah satu indikasi paling mendasar adalah warga tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), meski sistem pemerintahan terkecilnya telah terbentuk. Bahkan ketua RT dan RW-nya pun tidak memiliki KTP. RT/RW yang dibentuk pun belum memiliki “ketegasan” kejelasan desa atau kecamatan mana yang menjadi wilayah administratif hirarkisnya. Akibatnya masyarakat Pulau Kera mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan publik, baik dari segi hukum, pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya. Masyarakat kesulitan mengurus KTP, Akta Nikah, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan hak-hak administratif lainnya yang menjadi syarat pengakauan sebagai Warga Negara Indonesia. 

Buntut dari ini juga, masyarakat tidak pernah merasakan pelayanan pemerintah seperti bantuan Raskin, BLT, Kartu Indonesia Sehat dan sejumlah bantuan lainnya baik dari pemerintah provinsi maupun kabupaten (Naesaku, 2017). Walaupun secara administratif geografis dan demografis belum mengalami kejelasan, namun di setiap momentum Pemilu baik Pilbup, Pilgub, Pileg dan Pilpres masyarakat Pulau Kera selalu dilibatkan. Demokrasi pada saat pemilu bukan lagi menjadi hak bagi mereka, akan tetapi menjadi kewajiban. Sehingga mereka harus terlibat di dalamnya meski mereka tidak memiliki KTP. Padahal sebenarnya ini melanggar hukum dalam pemilu (Naesaku, 2017).  

Sebuah ironi memang sedang terjadi di sini, di salah satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara yang telah 70-an tahun merdeka, namun tidak bagi warga di Pulau Kera ini. Mereka seolah ada/diakui pada saat pemilu, setelah itu mereka dihilangkan begitu saja. Hak suara yang mereka berikan dengan penuh harapan, kelak mereka lebih diperhatikan, kondisi mereka saat ini dapat diperjuangkan, hak-hak mereka dapat dipenuhi selalu bertepuk sebelah tangan. Para politisi hanya menjadikan mereka sebagai objek untuk memenuhi hasrat kemenangan mereka (Naesaku,2017).

104 tahun lamanya, sama umurnya dengan organisasi perserikatan Muhammdia. Dari jaman VOC (Belanda), Romusa (Jepang) dan era kemerdekaan Republik Indonesia masyarakat pulau kera tetap hidup dalam keterasingan. Tanpa pendidikan, tanpa fasilitas kesehatan, tanpa air bersih, tanpa listrik, raskin, BLT, Jamkesmas, Jamkesda, kartu pintar, kartu sehat, KTP, buku nikah, akta lahir dan hampir semua yang berurusan dengan negara tidak pernah mereka rasakan Tidak cukup sampai di situ ironi dan prahara yang terjadi. Pada tahun 2003 ada rencana pemerintah Kabupaten Kupang untuk merelokasi masyarakat Pulau Kera dari tanah kelahiran mereka dengan alasan Pulau Kera ingin dijadikan sebagai tempat Wisata (Naesaku, 2017). 

Tidak cukup sampai di situ ironi dan prahara yang terjadi. Pada tahun 2003 ada rencana pemerintah Kabupaten Kupang untuk merelokasi masyarakat Pulau Kera dari tanah kelahiran mereka dengan alasan Pulau Kera ingin dijadikan sebagai tempat Wisata. Semenjak negara ini merdeka, warga di sini selalu terisolir. Pendidikan yang menjadi salah satu elemen penting untuk memajukan sebuah negara dan juga merupakan amanat UUD 1945, tidak jua mereka cicipi. Pelayanan kesehatan pun jauh dari mereka. Fasilitas pendidikan dan kesehatan tidak pernah mereka nikmati (Naesaku,2017).

Pembahasan
Menurut Tomasevski (dalam Firdaus, 2013 : 15) bahwa HAM adalah penjaga dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Negara, termasuk di bidang pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Pengingkaran terhadap hak atas pendidikan menjadi penyebab seseorang termarginalkan dan tergusur dari skema jaminan sosial, hak atas pendidikan menjadi suatu keharusan untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Menurut Nowak (dalam Firdaus, 2013) hak atas pendidikan merupakan bagian penting dari HAM, pendidikan menjadi persyaratan dari hak asasi manusia. Karena penikmatan dari hak-hak sipil dan politik tergantung tingkat minimum pendidikan, terutama melek huruf (literasi). Katrina Tomassevki menyatakan pemerintah harus memastikan pendidikan gratis untuk seluruh rakyat Marshall (dalam Firdaus, 2013) menegaskan hak atas pendidikan adalah hak sosial bagi warga Negara seluruh warga Negara, karena tujuan pendidikan adalah merancang masa depan, hak ini merupakan hak orang dewasa, kebenasan warga Negara diperoleh setelah mendapatkan pendidikan dasar sehingga mengetahui hak dan kewajibannya. Marshall menambahkan hak atas pendidikan sudah menjadi hak hukum karena sudah diatur didalam hokum positif. Sebagai suatu hak yang dipenuhi oleh Negara sangatlah wajar apabila Negara mengeluarkan biaya yang banyak untuk pemenuhan (to fulfil), perlindungan (to protect), pemajuan (to promote) terhadap pendidikan dasar. 

Berdasarkan konsep-konsep di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pertama, pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat tanpa melihat strata sosial, kedua, pendidikan menjadi persyaratan dari hak asasi manusia. Karena penikmatan dari hak-hak sipil dan politik tergantung tingkat minimum pendidikan, ketiga menegaskan hak atas pendidikan adalah hak social bagi warga Negara seluruh warga Negara, karena tujuan pendidikan adalah merancang masa depan, keempat hak akan pendidikan adalah hak konstitusi bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ketidaktersediaan fasilitas pendidikan bagi anak-anak pulau Kera menandakan adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia, apapun alasannya tidak dibenarkan jika Negara melakukan tidakan pembiaran terhadap hak anak-anak pulau Kera, Marshall (dalam Firdaus, 2013) menegaskan hak atas pendidikan adalah hak sosial bagi warga Negara seluruh warga Negara, karena tujuan pendidikan adalah merancang masa depan, selaras dengan pendapat Marshall penulis berpendapat bahwa ketiadaan fasilitas pendidikan di pulau Kera dapat menghadirkan efek domino terhadap masa depan anak-anak pulau Kera, mereka pada ahirnya akan tergilas oleh perubahan jaman, mereka tidak akan dapat merancang masa depannya.

Rendahnya kualitas pendidikan anak-anak pulau Kera akan berdamak kepada hak mereka akan jaminan sosial yang berdampak kepada kesejahteraan mereka, menurut Tomasevski (dalam Firdaus, 2013:15) bahwa HAM adalah penjaga dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Negara, termasuk dibidang pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Pengingkaran terhadap hak atas pendidikan menjadi penyebab seseorang termarginalkan dan tergusur dari skema jaminan social.

Permasalahan masyarakat pulau sudah seharusnya menjadi prioritas Negara, apapun alasannya pemerintah harus memperhatikan hak-hak konstitusi rakyatnya, program berbasis solusi harus menjadi prioritas Negara, pemerintah tidak bisa menafikan tugasnya untuk pemenuhan (to fulfil), perlindungan (to protect), pemajuan (to promote) terhadap pendidikan dasar setiap warga negaranya. 


Kesimpulan
Pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat tanpa melihat strata sosial, kedua, pendidikan menjadi persyaratan dari hak asasi manusia. Karena penikmatan dari hak-hak sipil dan politik tergantung tingkat minimum pendidikan, ketiga menegaskan hak atas pendidikan adalah hak sosial bagi warga Negara seluruh warga Negara, karena tujuan pendidikan adalah merancang masa depan, keempat hak akan pendidikan adalah hak konstitusi bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.

Saran
Permasalahan masyarakat pulau sudah seharusnya menjadi prioritas Negara, apapun alasannya pemerintah harus memperhatikan hak-hak konstitusi rakyatnya, program berbasis solusi harus menjadi prioritas Negara, pemerintah tidak bisa menafikan tugasnya untuk (Indonesia) pendidikan dasar setiap warga negaranya.



BIBLIOGRAPHY
Azizi, M. D. (2014). Perlindungan Hak atas Pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, Sleman, Yogyakarta. Skripsi . Universitas Islam Negeri Yogyakarta.

Firdaus. (2013). Pemenuhan Hak Akan Pendidikan Dasar Bagi Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ham.

Indonesia, D. P. (n.d.). Retrieved September Saturday, 2017, from www.ppk-kp3k.kkp.go.id: http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/384
Naesaku, Z. (2017, may). Retrieved September Sunday, 2017, from Zulkifli Naesaku. Z-Lefokissuhttps://kiflinaesaku.blogspot.co.id/2017/05/matinya-negara-indonesia-di-pulau-kera.html

Oumo, A. S. (2017). Indonesia Visioner . Retrieved September Sunday, 2017, from www.Visioner.com: http://www.visioner.id/opini/10329/nasib-suku-bajoe-di-pulau-kera.html 

Keterangan gambar: Perkampungan Warga Pulau Kera yang menghadap ke pantai timur. Gambar diambil dari, http://edyraguapo.blogspot.co.id/2014/05/menyibak-misteri-pulau-kera.html#!/tcmbck





Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.