Kurban Dalam Bingkai Pendidikan Tuhan


Image result for kurban dalam bingkai pendidikan tuhan

Oleh Abdul Ghofur, dosen di FAI UNISMA Bekasi.

”Long life education” demikianlah kalimat yang mengakar dalam pikiran penulis hingga saat ini, sebuah keharusan untuk terus belajar dalam kondisi dan situasi seperti apapun. Memahami dan mengerti setiap kejadian, mengambil pelajaran dari setiap perilaku kehidupan menjadi sebuah keniscayaan. Manusia diciptakan oleh Allah dibekali berbagai macam potensi agar dapat bertahan bukan hanya hidup tetapi juga selamat dunia dan akhirat. Di antara bekal tersebut berupa akal, di mana akal ini mengalami dinamika terus menerus dan mengalami proses pendidikan tiada akhir. Hanya saja sedikit di antara akal tersebut yang mampu menangkap sinyal-sinyal ketuhanan yang dapat menjadi pelajaran berharga untuk dirinya. Tuhan memberikan pelajaran bagi manusia sesudahnya dengan menjelaskan dan menceritakan kisah manusia-manusia terdahulu melalui hal-hal luar biasa yang pernah tejadi yang seyogyanya menjadi pendidikan berharga bagi manusia sesudahnya. 

Salah satu kejadian luar biasa yang patut kita jadikan bahan renungan adalah sebuah peristiwa yang terjadi kepada keluarga Ibrahim. Kejadian tersebut sebegitu berharganya hingga saat ini dijadikan ritual ibadah bagi Umat Islam sedunia. Ritual itu ditandai dengan adanya gema takbir yang menggaung di angkasa, saling kejar bak ombak dilautan yang sedang bertasbih menyebut keagungan Asma Allah, memuji dan membesarkan nama-nama Allah melalui Takbir, Tasbih, Tahlil dan Tahmid. 

Tahun ini kita bergembira sekaligus bersedih atas apa yang terjadi terhadap kita. Kita  berbahagia, karena hingga detik ini Allah masih berikan kesempatan kepada kita untuk sujud dan rukuk untuk mengabdi kepadaNya dalam suasana syukur dan bahagia. Terlebih kepada kemampuan akal sehat sehingga dengan akal ini mampu menjadikan segala sesuatu kejadian menjadi pelajaran berharga bagi kita manusia yang berfikir. Bersedih, di saat yang sama saudara-saudara seiman kita yang berada di Suriah, Palestina dan yang masih hangat Rohingya dibantai, ditindas direnggut kebebasannya bahkan dibunuh tanpa belas kasihan. Semoga Allah segera mengangkat penderitaan saudara-saudara dan menggantinya dengan kedamaian dan kesejahteraan. 

Belum lama kita merasakan suasana Idul Adha yang tahun ini sedikit berbeda, pasalnya tahun ini banyak sekali kejadian yang luar biasa menimpa umat Islam. Seperti bola panas, ditendang ke sana dan ke mari, umat Islam kehilangan figur yang dapat dijadikan suri tauladan bersama. Pendidikan karakter terhadap umat hilang seiring hilangnya kepedulian ulama dan umara untuk bersama-sama membangun umat yang satu. Salah satu buktinya adalah umat semakin kehilangan arah, sesama ulama saling hujat dan menyalahkan sehingga ummat menjadi kehilangan arah dan yang lebih parah lagi mengalami krisis moral. 

Perintah berkurban pertama kali terjadi kepada anak Nabi Adam AS, Qabil dan Habil, namun secara tegas dan rinci terjadi kepada Nabi Ibrahim AS melalui mimpi. Allah berfirman :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْىَ قَالَ يَبُنَىَّ إِنِّى أَرَى فِى الْمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى, قَالَ يَاَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ, سَتَجِدُنِى إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ. ""Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata: “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”

Berawal dari peristiwa inilah sebuah peradaban baru dimulai, perintah berkurban diestafetkan kepada generasi penerusnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah berkurban berkesinambungan diberlakukan setiap manusia yang telah memenuhi persyaratan sebagai bentuk penghambaan diri secara totalitas kepada Tuhannya. Implikasi dari perintah ini adalah mampu membuang segala bentuk ego kita demi Dzat Yang Wajib di Puja, Allah SWT. Karena setiap diri kita adalah Ibrahim, dan Ibrahim pasti memiliki Ismail. Boleh jadi harta kita adalah Ismail tersebut, anak, istri, jabatan dan semua kepemilikan yang melekat dalam diri kita menjadi Ismail-Ismail kontemporer. Mempersembahkan apa yang kita cintai  untuk kita persembahkan hanya untuk Allah. Mampukah diri kita menjelma menjadi Ibrahim dengan mengorbankan Ismail yang kita miliki untuk Allah sebagai bentuk pengabdian sang hamba kepada Rabb nya. 

Perintah Allah tentang kewajiban bagi umat Islam untuk berkurban tertuang dalam kalimat :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (Q.S. al-Kautsar: 2).

Karena substansi berkurban adalah untuk mendekatkan diri maka berkurban hakikatnya bukan hanya mendekatkan diri kita kepada Allah tapi juga mendekatkan diri kita kepada sesama manusia terutama saudara-saudara kita yang kurang beruntung dibandingkan dengan kita. Maka sebagai koreksi bagi kita bersama, sudahkan pembagian kurban telah tepat sasaran? Ataukah sebatas pemotongan dan pembagian tanpa makna? Lantas apa bedanya dengan pesta? Disinilah kita dituntut untuk mengerti dan memahami substansi berkurban dan untuk memahami kandungan tersebut dibutuhkan sebuah proses pendidikan yang panjang agar pemahaman terhadap ritual tersebut mengalami kesempurnaan setiap saat. 

Karena hakikat kurban bukan semata menyerahkan hewan kurban atau sejumlah uang tapi diajarkan mampu menanggalkan baju-baju kehormatan kita untuk berkunjung dan menyapa secara langsung saudara seiman kita di pelosok-pelosok desa tertinggal. Mereka yang telah mendapatkan gelar Ustad, Dokter, Dosen, Manager, Kyai bahkan Kuli bersama-sama mendatangi kerumah-rumah sebagai bentuk penyatuan rasa, manunggal dalam sifat-sifat Ketuhanan. Ketika sifat-sifat ke-Aku-an telah sirna dalam diri dan menyatu dalam sifat Tuhan maka Allah akan karuniakan dalam dirinya berupa lautan hikmah dan kebijaksanaan dalam dirinya sebagai manifestasi sifat-sifat Allah. 

Dari beberapa point tulisan ini, dapat kita simpulkan pertama bahwa hakikat ibadah kurban bukan semata-mata terdapat pada penyembelihan hewan tetapi kepada ketaatan dan kepatuhan secara total dan loyal kepada Allah semata, tanpa kepentingan dan niat selain Allah. Kedua, mendidik kita untuk lebih peka terhadap hak-hak saudara kita yang hidup dalam kekurangan dan penderitaan sebagai substansi ajaran Rasulullah yaitu menjadi manusia-manusia yang mampu menebar kasih sayang kepada alam sekitar.


1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.