Mengajar Anak Tuna Rungu dan Tuna Netra: Ada Pengalaman Psikologis
Oleh Windy Khasanah,
Mahasiswa FAI UNISMA Bekasi
“Teruslah berbuat baik,
teruslah berkata yang
baik, dan teruslah memberi nasihat
yang baik, meski sedikit yang
dapat memahami dan mengerti kamu”
Yaa, ungkapan diatas termasuk salah satu yang memotivasi diri saya untuk senantiasa memberikan
yang terbaik yang saya bisa untuk orang lain. Dan ungkapan itu pula yang selalu saya sampaikan pada anak didik
saya, sewaktu saya menjalani program dari fakultas yaitu Praktik Pengalaman Lapangan
Kependidikan (PPLK) di salah satu sekolah menengah atas (SMA) di daerah Bekasi,
tepatnya SMA YPI “45” Bekasi.
Pada artikel ini saya akan berbagi mengenai pengalaman mengajar saya sewaktu PPLK
di SMA
YPI “45” Bekasi. Yaa.. pengalaman mengajar yang luar biasa, terlalu berat jika untuk dilupa. Bagaimana tidak? Saat pertama kali saya menginjakkan kaki di sana. Saat itu pula saya kembali jatuh hati. Kembali bermuhasabah diri, mensyukuri semua
yang sudah Allah beri.
Mengajar di sana membuat saya kembali terkagum-kagum oleh kuasa-Nya.
Kenapa? Karena saya bisa berinteraksi langsung dengan mereka, anak-anak yang
Allah beri keistimewaan. Ya, di sana banyak sekali anak-anak yang memiliki keterbatasan
khusus dengan segala kelebihan yang mereka punya, di antaranya anak-anak Tuna Netra, Tuna Rungu dan juga Tuna Darsa.
Ketika mengetahui pertama kali bahwa di
sekolah tersebut terdapat anak-anak yang istimewa, saya merasa takut, takut tidak
bisa memberikan yang terbaik untuk mereka. Takut metode pembelajaran yang saya rancang
tidak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Pikiran saya buyar pada
saat itu, bingung, karena memang belum pernah mengatasi
dan juga berinteraksi langsung dengan orang-orang yang memiliki keterbatasan khusus.
Karena terlalu bingung pada saat itu, membuat saya sempat ingin menyerah. Namun,
guru-guru di sana menguatkan dan meyakinkan kami (mahasiswa
PPLK) bahwa kami bisa melakukannya.
“Sampaikan dari hati, Inshaa Allah akan sampai ke Hati”
Ungkapan tersebut yang membuat kami bangkit dan bersemangat
(lagi). Terlebih lagi, saat itu kami dipersilahkan untuk menyaksikan cara mengajar untuk anak-anak istimewa,
yang dicontohkan salah satu guru pamong kami.
Saat itu kami masuk ke kelas X, yang berisi 5 orang siswa. Namun, semuanya memiliki keterbatasan khusus,
yaitu 4 orang tuna netra dan 1 orang tuna darsa. Ketika itu mereka sedang mempelajari tentang
Asmaul Husna. Guru memberikan perintah kepada mereka untuk membuka aplikasi dari handphone
mereka masing-masing dan melantunkan asmaul
husna secara serentak.
“Kawan-kawan jangan salah mengira. Mereka (siswa tuna netra) pun bisa mengoperasikan
handphone seperti orang-orang yang bertubuh normal lainnya”, begitu kata salah satu guru di sana. Ketika mengetahui hal itu, saya pun awalnya merasa
kaget, bagaimana mereka bisa melakukannya dengan tanpa melihat? Namun,
lagi-lagi Allah tunjukkan kuasa-Nya melalui mereka. Iya, Allah tidak akan membebani,
diluar batas kemampuan hamba-Nya. Terbukti, dibalik setiap kekurangan yang
tampak pada tubuh mereka, ada kelebihan lain yang Allah anugerahkan pada mereka.
Yaa meskipun memang dalam mengerjakan sesuatu mereka harus lebih berusaha dibandingkan orang biasa.
Saya dan salah satu teman saya pada waktu itu, tidak mampu membendung air mata kami lagi, betapa kami merasa bangga,
terharu sekaligus malu. Bangga karena mereka tidak sedikit
pun merasa minder terhadap kondisi mereka, mereka tidak mau dianggap berbeda
atau dikhususkan apalagi dikasihani. Terharu, ketika melihat semangat dan kegigihan
mereka, meskipun merasa sulit namun mereka selalu mau untuk berusaha. Dan malu,
karena kami yang bertubuh normal, semangatnya tidak jauh lebih baik dibanding mereka.
Satu pelajaran yang saya dapat dari mereka,
yaitu “keterbatasan bukanlah penghalang untuk tetap terus belajar, selagi kita mau
berusaha dan tidak lupa untuk berdoa, inshaallah apa yang kita usahakan akan sampai.” Bukankah, Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum tersebut mengubahnya
sendiri?, begitu al Quran mengajarkan.
Di sisi lain, saya pun belajar bahwa dalam
mengajar kita tidak hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran saja, tetapi
memikirkan pula bagaimana caranya agar siswa mau untuk belajar.
Oke, sekarang masuk ke pengalaman mengajar ya,
Saya diberi amanah untuk memegang kelas XI IPS baik itu dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) maupun pelajaran Baca
Tulis Al-Qur`an (BTAQ). Tantangan yang luar biasa untuk saya ketika harus bisa menaklukan hati siswa-siswi khususnya
XI IPS yang memiliki latar belakang juga karakteristik yang berbeda-beda. Di kelas XI IPS tempat saya mengajar, terdapat 3 siswa yang juga berkebutuhan khusus,
2 orang siswa tuna rungu yang sekaligus tuna wicara, dan 1 orang siswa tuna
netra.
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya. Target saya pada waktu itu tidak muluk-muluk
yaitu hanya berfikir bagaimana caranya agar siswa-siswi di sana mau dan bersemangat untuk belajar. Teringat salah satu pesan dosen sewaktu
belajar di kampus, yaitu “buatlah pertemuan pertama dengan
murid-murid itu terkesan menarik. Karena pertemuan pertama itu yang menentukan pertemuan-pertemuan
selanjutnya, jika pada pertemuan pertama saja sudah membuat siswa merasa bosan,
siswa juga akan mudah merasa bosan pada pertemuan-pertemuan selanjutnya” jadi,
saya berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membuat siswa bosan. Tidak ada trik-trik
khusus, hanya saja saya mencoba menerapkan model pembelajaran sederhana dengan sentuhan
games yang saya pernah pelajari dikampus dulu.
Alhamdulillah, meski di awal merasa agak sedikit kesulitan karena memang belum mengenal betul karakter masing-masing siswa. Namun, lambat laun saya maupun mereka (siswa) mulai merasa nyaman dalam pembelajaran yang saya rancang. Di bawah ini dokumentasi
keseruan kami dalam kelas dalam pembelajaran perawatan jenazah.
Selama lebih kurang 2 bulan setengah saya praktik
mengajar di sana, selama itu pula saya belajar
langsung dalam memahami siswa, belajar menangani masalah yang dialami siswa, belajar
mengenai manajemen sekolah dan lain-lain.
Mungkin
itu sedikit
pengalaman yang bisa saya bagi, semoga bermanfaat.
Terimakasih.
Markotop... Teruslah menulis, karena menulis tanda hidup
BalasHapusuye
Hapus