Jejak Sang Mahasiswa: Mempertahankan Itu Lebih Sulit
Perubahan yang kulakukan
pada semester tiga memang membuahkan hasil. Ini kurasakan pada semester empat.
Nilai kuliahku mulai naik perlahan dan membanggakan. Capain ini tentunya bukan
dengan tolak ukur yang membandingkan nilaiku dengan nilai teman-teman lainnya,
melaikan hanya perbandingan nilai pribadi dari semester ke semester yang
menunjukkan trend yang bagus. Karena jika dibandingkan dengan nilai teman-teman
lainnya tentu aku tetap masih berada di bawah mereka. Mereka rata-rata memiliki
IPK di atas 3,50.
Meski demikian, itu
tidak menciutkan nyaliku untuk terus berprestasi. Karena yang muncul dalam
benakku bahwa IPK itu memang utama namun bukanlah segala-segalanya. Yang
penting kita paham apa yang disampaikan dosen, berani mencoba, dan memiliki
skill yang menjadi salah satu bekal dikemudian hari.
Semangatku semakin tinggi,
aku bisa tak pernah lagi diam di kelas justru pasti aktif itulah yang
kulakukan. Di samping itu aku juga terus teringat dengan kata-kata mutiara yang
disampaikan oleh penulis dalam buku yang ku baca yaitu “semuanya itu butuh proses
dan perubahan yang baik adalah ketika kita berubah kearah yang lebih baik meski
secara perlahan”.
Namun sepertinya apa
yang kuraih merupakan ujian dari Tuhan. Semua yang diberikan untuk mencoba
sejauh mana konsistensi diri untuk terus berprestasi dan tetap istiqomah dengan
apa yang telah didapatkan. Semester lima tidaklah sama dengan semester empat,
IPK ku kembali menurun.
Meski tadi ku katakan bahwa IPK bukan segala-segalanya
namun itu juga menjadi salah satu faktor untuk mengevaluasi kemampuan dari sisi
kuantitatif. Ini semua di luar dugaan. Padahal aku aktif di kelas. Tugas
perkuliahan semuanya ku kerjakan, tapi tetap saja nilaiku tidak bisa
didongkarak, dan lebih mengejutkan lagi nilai rendah itu diberikan oleh
dosen-dosen pavoritku.
Dalam hatiku bergumam
seolah tidak percaya ketika melihat nilai yang dipajang dipapan mading prodiku.
Ingin rasanya bertanya ke dosen yang bersangkutan mengapa mereka memberikan
nilai seperti itu, tapi tidak punya keberanian. Hasratku untuk menjumpai dosen
pengampu terkubur begitu saja, dan itu berarti nilaiku tidak akan pernah
berubah dan tetap seperti itu.
Ternyata benar orang-orang bijak mengatakan
bahwa mempertahankan itu lebih sulit ketimbang meningkatkan atau memperolehnya.
Itulah yang muncul dibenakku saat itu. Untuk mempertahankan nilai pada ukuran
yang sama dengan sebelumnya saja aku tidak mampu.
Tapi entah kenapa
ketidak beranianku tersebut berubah menjadi sesuatu yang berbeda. Aku mencoba
untuk mengambil hikmah dari apa yang terjadi. Pada saat itu memang rasa kesal
juga ada namun tidak mengalahkan diri itu selalu mencari nilai positif dari apa
yang terjadi. Aku mencoba untuk tidak menyalahkan dosen yang bersangkutan,
karena bisa jadi akulah yang salah.
Ada sesuatu yang membuat para dosen seperti
itu dari apa yang kulakukan. Bisa jadi selama ini aku terlalu terlena dengan
nilai yang dengan mudah diraih padahal semuanya adalah perjuangan. Aku mencoba
untuk menjadikan kegagalan itu sebagai pengingat diri dan melompat lebih
tinggi. Alhamdullah ini dibuktikan pada semester enam. Aku kembali meraih apa
yang pernah terjadi bahkan bukan tetap, IPK ku melambung tinggi dari
sebelumnya.
Tidak ada komentar