KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TERBUKA PERSPEKTIF KH. SAHAL MAHFUDH
Oleh Irham Yuwanamu, Unisma Bekasi
Selain persoalan tersebut, pendidikan Islam belum mementingkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karenanya masyarakat muslim tertinggal jauh dengan peradaban modern. Dalam konteks seperti ini tidak mengherankan bila lembaga pendidikan Islam tidak diminati oleh masyarakat dan kecenderungannya selalu terbelakang sehingga pendidikan Islam tidak mampu bersaing dan menjadi terdepan dalam merespons perubahan. Persoalan ini tentu sebagian di antara problem yang ada pada lembaga pendidikan Islam di dunia, tentu tidak semua lembaga pendidikan Islam di dunia memiliki problem ini. Ada juga lembaga pendidikan Islam yang mampu merespons perkembangan zaman, menjadi lokomotif perubahan dan akomodatif dengan konteks sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tulisan ini ingin menunjukkan bahwa pendidikan Islam bukanlah pendidikan yang terlepas dari peradaban dunia melainkan pendidikan Islam sebagai penggerak perubahan dan berkontribusi pada penyelesaian masalah sosial budaya dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Artikel pendek ini berupaya menjelaskan konsepsi pendidikan Islam ini dari pandangan tokoh pendidikan Islam Indonesia kontemporer yaitu KH. Sahal Mahfudh. Konsep yang dijelaskan ini selanjutnya disebut dengan “Pendidikan Islam Terbuka”. Tulisan ini merupakan inti sari dari artikel panjang penulis yang telah diterbitkan oleh Jurnal internasional terkemuka, terindeks Scopus Q1, yaitu Jurnal Studia Islamika volume 29 nomor 1 tahun 2022 dengan bahasa Arab yang berjudul, "Al-Ta‘līm al-Islāmī al-maftūḥ ladá KH. Sahal Mahfudz (1937-2014)".
Kriteria Pendidikan Islam Terbuka
KH. Sahal Mahfudh merupakan seorang tokoh penting nasional yang pernah menjabat Ketua Umum MUI Pusat selama tiga periode dari tahun 2000-2014, dan Rais Aam PBNU juga selama tiga periode. Selain itu ia merupakan pengasuh pondok pesantren Maslakul Huda di Kajen Pati. Ia dikenal seorang yang tradisionalis sekaligus modernis. Tradisionalis karena tumbuh berkembang murni dari lembaga pendidikan tradisional pondok pesantren yang terus menjaga tradisi-tradisinya, dan dikatakan modernis karena pemikiran-pemikirannya terbuka dengan kemajuan, termasuk lembaga pendidikan yang dikelolanya.
KH. Sahal Mahfudh memiliki konsep-konsep pendidikan yang layak dirujuk untuk pengembangan lembaga pendidikan Islam baik dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Dari hasil penelusuran penulis terhadap sudut pandang KH. Sahal Mahfudh tentang pendidikan, setidaknya ada 4 kriteria utama dapat dikatakan sebagai pendidikan Islam Terbuka. Konsepsi pendidikan Islam terbuka merupakan formulasi penulis atas hasil penelusuran tentang konsep-konsep pendidikan Islam KH. Sahal mahfudh. Konsep pendidikan ini akan mampu mengatasi problem pendidikan dan problem sosial-budaya yang sudah disebutkan di atas. Kriteria pertama tentang konsep pendidikan ini yaitu, pendidikan Islam memiliki fungsi fundamental yang terpadu. Fungsi fundamental ini meliputi filsafat manusia, pengembangan sosial budaya dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kedua, pendidikan Islam tidak mengisolasikan diri dari perkembangan budaya masyarakat, tidak menutup diri dari perkembangan dunia, serta mampu berakomodasi dengan perubahan-perubahan dan pembaharuan. Ketiga, pendidikan Islam memiliki corak dan metodologi berpikir yang multi-interdisiplin keilmuan. Keempat, pendidikan Islam memiliki karakter inovatif namun tidak meninggalkan budaya tradisional yang masih relevan dengan konteks sekarang; menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi modern yang baik.
Empat kriteria utama di atas tidak akan dijelaskan semuanya di sini karena keterbatasan ruang. Hanya kriteria pertama yang akan diuraikan di sini, pertimbangannya bahwa kriteria pertama ini sebagai landasan filosofis pendidikan Islam jika ingin menjadi lembaga yang kontributif, sehingga hal ini penting sekali untuk menjadi basis transformasi lembaga pendidikan.
Keterpaduan Fungsi Fundamental
Lembaga pendidikan Islam harus memahami dan memiliki fungsi fundamental sebagai basis pengembangan pendidikan. Tanpa adanya fungsi ini maka lembaga akan kehilangan arah. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa fungsi fundamental yang harus terpadu yakni filsafat manusia, pengembangan sosial budaya dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi fundamental ini masing-masing uraiannya sebagai berikut.
Fungsi pertama yang harus dipegang oleh lembaga pendidikan Islam adalah kaitannya dengan makna dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Ini yang dimaksud dengan fungsi filsafat manusia. Dalam hal ini KH. Sahal Mahfudh menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan memiliki tujuan menjadi khalifah Allah yang akram dan salih. Menjadi khalifah artinya manusia memiliki dua peran sekaligus yaitu peran beribadah kepada Allah baik secara individual maupun secara sosial. Jika manusia mampu melakukan hal ini maka ia akan mendapatkan predikat akram (makhluk yang paling mulia). Berikutnya peran imarat al-ardh yang berarti mengelola dunia seisinya sebaik mungkin untuk menunjang kebutuhan manusia untuk mengabdikan diri kepada Allah agar bahagia dunia dan akherat. Jika manusia mampu memerankan tugas ini maka ia akan mendapatkan predikat salih; kemampuan mengelola alam seisinya dengan baik. Filsafat manusia ini bersumber dari penjelasan-penjelasan al-Quran.
Dari basis filsafat manusia tersebut maka pendidikan Islam selanjutnya didefinisikan oleh KH. Sahal Mahfudh sebagai proses pembentukan watak, sikap dan perilaku islami yang tediri dari iman, Islam, dan ihsan (akhak, etika dan tasawuf). Pengertian ini sangat jelas bahwa lembaga pendidikan Islam berperan untuk mendidik manusia agar sesuai fitrahnya manusia sesuai dengan pandangan al-Quran. Tidak hanya itu, pendidikan Islam dipandang sebagai lembaga yang mampu menggerakkan dinamika sosial budaya dan basis moralitas masyarakat serta sebagai lembaga yang membekali manusia agar mampu mengelola dunia seisinya dengan baik.
Fungsi penting kedua yakni terkait dengan pengembangan masyarakat. Dalam hal ini KH. Sahal Mahfudh mengatakan bahwa pendidikan Islam tidak boleh terpisah dari kehidupan sosial karena pendidikan Islam itu merupakan bagian darinya. Oleh karena itu konsekuensinya bahwa pendidikan Islam memiliki tugas untuk masyarakat. Pendidikan Islam bukan saja mengurus anak didik yang belajar dan pembentukan kepribadian murid namun juga memerhatikan problem sosial yang ada lalu membantu mengatasinya. Argumen lain yang dihadirkan olehnya terkait dengan ini, bahwa Islam itu sendiri telah mengatur hubungan kepada Allah, hubungan sesama manusia baik secara individu dan kelompok (muamalah dan mu‘asharah), dan sesama manusia dengan lingkungan alam sekitar. Ajaran Islam telah memberikan landasan yang kuat dan fleksibel terkait dengan disiplin sosial.
Pengembangan masyarakat harus menjadi bagian dari tujuan pendidikan Islam, maksudnya adalah pendidikan Islam mampu berperan mengentaskan masalah sosial budaya dengan upaya-upaya yang sistematis dan terukur. Masalah-masalah sosial budaya misalnya kemiskinan, diskriminasi status sosial, bias gender, intoleransi, dan lain seterusnya. Lembaga pendidikan Islam dalam konteks ini mampu memberdayakan masyarakat dengan berbagai program agar dapat keluar dari keterpurukan sosial yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Dalam bahasa lebih umum peran ini dapat dikatakan pengabdian sosial. Istilah dalam perguruan tinggi dikenal dengan peran tridharma, yakni peran pendidikan/ pengajaran, peran pengabdian masyarakat dan peran penelitian.
Fungsi fundamental berikutnya yakni pengembangan ilmu pengetahuan. KH. Sahal Mahfudh menegaskan bahwa lembaga pendidikan Islam harus berperan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini bukan hanya terbatas pada yang sering disebut dengan ilmu-ilmu agama (ilmu-ilmu akherat) seperti ilmu al-Quran, hadis, fikih, tafsir dan seterusnya. Melainkan sampai pada ilmu-ilmu dunia seperti ilmu sosial budaya dan ilmu kealaman. Di awal sudah disinggung bahwa tujuan hidup manusia untuk mengelola dunia seisinya dengan baik, dan ilmu yang dibutuhkan ini adalah ilmu-ilmu seperti ilmu sosial-budaya dan ilmu kealaman.
Lembaga pendidikan Islam tidak boleh lagi mendikotomikan antara ilmu akherat dan ilmu dunia atau ilmu agama dengan ilmu umum. Jika masih demikian yang terjadi maka selamanya lembaga pendidikan Islam tidak akan mampu menguasai ilmu pengetahuan seutuhnya. Pendidikan Islam akan terjebak terus menerus antara urusan surga dan neraka tidak lagi memerhatikan kepentingan ilmu pengetahuan. Padahal pengembangan ilmu pengetahuan seutuhnya akan membuat derajat umat Islam menjadi berwibawa, mulia dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Pendidikan Islam dalam hal ini harus terbuka dengan peradaban dunia yang ada baik itu datangnya dari tradisi Islam sendiri atau dari luar tradisi Islam seperti tradisi modern (Barat). Tradisi lama yang masih relevan dijaga dan tradisi modern yang baik diadopsi. Prinsip ini akan membuat lembaga pendidikan Islam menjadi maju dan bersaing di tingkat global.
Ketiga fungsi fundamental diatas harus
terintegrasi dalam pendidikan Islam tidak boleh terpisahkan di antara fungsi
tersebut. Jika lembaga pendidikan Islam telah memiliki fungsi fundamental ini
maka pendidikan Islam bukan sekadar hanya belajar baca tulis al-Quran saja,
atau belajar halal haram saja, melainkan sebagai lembaga/ pusat peradaban
dunia. Dulu dunia Islam pernah mengalami kejayaan karena ilmu pengetahuan berkembang
pesat, maka sekarang jika ingin mengulangi sejarah baik itu kuncinya adalah
lembaga pendidikan Islam terbuka yang mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan hebat
serta responsif atas problem sosial-budaya yang ada. Tanpa seperti ini hanya
mimpi di siang bolong peradaban Islam akan maju. Suatu saat nanti akan ada
nobelis yang lahir dari Indonesia dan juga dari lembaga pendidikan Islam terbuka.
Semoga.
Artikel ini diterbitkan oleh Buletin al-Fatah Vol.12, No.1 tahun 2023, untuk selanjutnya klik di sini.
Tidak ada komentar