Mendongkrak Sebuah Karya Tulis
Oleh Khairul Azan, Dosen STAIN Bengkalis dan Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis
“Tugas kita menulis, tugas membaca berikan kepada orang lain”
Sebagai penulis pemula tentunya kita harus banyak belajar. Belajar dari buku dan belajar para penulis yang telah melanglangbuana dalam dunia literasi. Dengan belajar dan terus belajar membuat kita akan mampu menulis. Yang tadinya tidak bisa menulis maka akan bisa menulis. Dari yang tak punya keberanian akan punya keberanian dan dari yang tadinya tidak percaya diri akan menjadi lebih percaya diri.
Mengapa demikian?, karena lewat belajar banyak hal yang bisa kita adopsi dalam meciptakan kemampuan diri. Kita bisa belajar tentang tips dalam menulis, bagaimana menghasilkan tulisan yang baik, dan kita juga bisa termotivasi akibat interaksi yang dibangun dengan para penulis lainnya. Ini adalah kekuatan dari belajar. Oleh karena itu tidak ada alasan sebenarnya jika sebahagian orang tidak mau menulis karena menganggap dirinya tidak punya kemampuan untuk menulis. Kita semua pasti bisa menulis selagi mau belajar da terus belajar.
Mendongkrak sebuah karya tulis tak ubahnya mencoba membuat masakan yang sebelumnya kita tidak pernah memasaknya. Pasti rasa ragu dan tidak percaya diri itu muncul dibenak, apakah kita bisa membuatnya. Itu adalah hal yang wajar. Karena kita belum pernah membuatnya. Ya, menulis juga seperti itu. Rasa ragu, rasa cemas, rasa tidak percaya diri tentang kemampuannya adalah hal yang biasa. Namun mampu atau tidaknya kita untuk menulis hanya akan terjawab ketika kita mau mencobanya. Mencoba adalah langkah awal untuk mengenali kemampuan diri dalam menulis.
Tapi perlu digaris bawahi kerena kita masih penulis pemula yang baru mencoba maka hal yang wajar juga kiranya ketika mencoba menulis dan ternyata kita mengalami kebuntuan. Ketika mengalami itu semua maka jangan lekas berputus asa namun cobalah menulis lagi. Itu terjadi karena otak kita belum terbiasa. Oleh karena itu teruslah mencoba sampai otak mulai terlena.
Tulislah apa saja itu. Jangan fikirkan dulu tulisan kita apakah sudah baik atau tidak, baik dari sisi isi mapun baik dari sisi tata tulisnya. Mengapa ini penting supaya otak kita tidak membanting. Membanting dalam makna tidak lagi mau bekerja akibat kita terlalu sibuk untuk mengkoreksi dan menganalisa tetang hakikat sebuah makna dari apa yang kita tulis.
Belum satu baris kita menulis sudah langsung mengeditnya dan memastikan apa yang kita tulis benar atau tidak, sempurna atau tidak. Ya, kebenaran dari apa yang kita tulis memang harus menjadi syarat mutlak dari sebuah tulisan. Namun bukan berarti langsung mengeditnya. Tuliskan saja apa yang terekam dibenak. Jangan batasi ketika otak sedang asyiknya mengembangkan sebuah makna. Ikuti saja geraknya, tugas kita hanyalah menuliskannya. Setelah tulisan diselesaikan barulah proses edit mengedit dilakukan. Edit disini untuk memastikan apakah tata tulis sudah benar dan isinya sudah sesuai harapan.
Setelah proses edit dilakukan sebarkan tulisan kita kepada para pembaca untuk dibaca. Jangan kawatirkan apakah tulisan kita diterima atau tidak oleh orang lain. Yang penting tugas kita hanya menulis biarkan bagian membacanya serahkan kepada orang lain. Disamping itu jangan kecewa ketika ada kritikan atas apa yang kita tulis. Mungkin dari sisi isinya, dari sisi sistematika atau dari sisi keilmuan yang kita kembangkan.
Jadikan kritikan sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk mengenal sebuah kesalahan. Kita tidak akan tau apa yang kita tulis itu salah atau tidak ketika tidak ada kritikan dari orang lain. Lanyaknya kita melihat ketampanan diri seorang lelaki atau kecantikan seorang wanita. Kita perlu bantuan sebuah kaca untuk bercermin tentang diri kita. Ya, menulis juga seperti itu. Kita butuh bantuan orang lain yang berfungsi sebagai kaca untuk melihat kualitas sebuah karya.
*Sumber gambar: google
Tidak ada komentar